Legislator PKS Sorot Disdik Soal Kebijakan Baju Adat Wajib Bagi PAUD hingga SMP, Ini Delapan Catatannya

  • Bagikan
Yeni Rahman

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Legislator PKS Yeni Rahman angkat bicara dengan menyoroti kebijakan soal kebijakan Dinas Pendidikan (Disdik) Makassar. Ada delapan catatan, anggota Komisi D DPRD Kota Makassar itu untuk Pemerintah Kota (Pemkot).

"Kewajiban pemakaian baju adat untuk siswa sekolah di Makassar ini tidak substansial dan memberatkan orang tua siswa. Itu pertama," ujar Yeni Rahman, Jumat (12/5).

Kedua, kata Yeni, walaupun dalam Permendikbud diatur tentang kewajiban siswa memakai pakaian khas daerahnya namun tidak dicantumkan secara detail pelaksanaan waktunya. Ketiga, Belum ada payung hukumnya dalam perda tentang teknis penggunaan baju adat tersebut.

"Keempat, penggunaan baju adat akan mengurangi ruang gerak siswa serta gerah selama proses pembelajaran berlangsung," ungkapnya.

Kelima, Yeni melanjutkan, langkah ini justru akan mengurangi kesakralan pakaian adat itu sendiri ketika terlalu sering digunakan. Enam, kewajiban ini menjadi beban berat orang tua dalam penyewaan baju adat.

"Ketujuh, pembentukan karakter yang diharapkan terhadap siswa-siswi dengan memakai pakaian adat setiap bulan, dirasa sudah cukup dengan anak-anak memakai pakaian adat pada momen-momen tertentu. Misalnya momen Hari Kebudayaan dan HUT Kota Makassar," jelasnya.

"Terakhir, jika yang diharapkan adalah pembentukan karakter, maka pakaian adat bisa digantikan dengan batik lontara yang selama beberapa tahun sudah siswa-siswi gunakan," tambahnya.

Hanya saja, menurut anggota DPRD dari dapil 5 ini, edukasi tentang makna tulisan lontara yang masih sangat minim dipahamkan kepada peserta didik. Dinas Pendidikan (Disdik) bisa melakukan inovasi dengan pemakaian baju batik lontara dikemas dengan tulisan lontara yang berbeda-beda pada setiap sekolah.

"Diperkuat dengan edukasi oleh Bapak/Ibu guru perihal maknanya," tukasnya. (*)

  • Bagikan