OLEH: Rusdi Hidayat Jufri
Wakil Ketua DMI Sulsel
"Wahai manusia! sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur'an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman"
(QS Yunus 10:Ayat 57).
Al-Qur'an adalah buku pelajaran. Di dalamnya mengajarkan berbagai macam ilmu, tentang kisah-kisah para Nabi dan Rasul, serta tentang petunjuk bagi manusia agar bisa hidup sesuai dengan tugas dan tujuan kehidupan itu sendiri.
Didalamnya memberikan kabar gembira sebagai motivasi bagi orang-orang yang melakukan perbuatan baik dan senantiasa menjaga keimanan, dan kabar peringatan bagi mereka yang masih sering dilalaikan oleh berbagai perbuatan dosa dan kerusakan di muka bumi.
Dalam menjalani hidup, Islam mengajarkan kita agar senantiasa seimbang dan berbuat secara proporsional dengan menjaga antara keinginan dan kemampuan. Kita tidak dilarang untuk menginginkan sesuatu, terkait kesenangan di dunia, apatah lagi jika kita juga sudah melaksanakan segala perintah agama semampu kita.
Islam bahkan meminta kita tidak mengabaikan urusan dunia dengan bahasa. "Jangan kau lupakan bagianmu di dunia". Sehingga, adalah sebuah kekeliruan jika dibuat seolah-olah kontradiktif antara mengejar keutamaan akhirat dengan memanfaatkan fasilitas duniawi. Kedua-duanya bagaikan dua sisi koin yang saling melengkapi. Akhirat adalah tempat menerima balasan yang hakiki, sedangkan dunia adalah tempat memberi segala yang bermanfaat. Akhirat adalah tempat menikmati hasil, sedangkan dunia adalah tempat menanam dan berusaha.
Salah satu hal yang menyebabkan kehidupan dunia kita menjadi rusak dan sia-sia, adalah karena penyakit-penyakit yang bersemayam di dalam dada, penyakit hati. Kita semua memiliki masalah atau penyakit di dalam hati kita, cuman ukurannya yang berbeda-beda. Apakah kita pernah merasakan iri hati kepada seseorang? Saya yakin jawabannya pernah. Tingkat keparahannya yang berbeda-beda. Ada yang melanjutkannya dengan berkata-kata, menceritakan kekurangan orang, atau bahkan langsung memakinya. Adapula yang memilih bersabar, menyesal, dan tidak melanjutkannya.
Penyakit hati akan membuat hati terasa sempit. Persoalan kecil sekalipun akan terasa menyesakkan dada, menggelisahkan, bahkan terus menerus hadir dalam lintasan pikiran kita sehingga hal-hal penting lainnya menjadi kurang mendapatkan prioritas. Hati yang lapang adalah hati yang sehat, persoalan persoalan yang datang tidak mampu mencemari ataupun mengganggu ketenangan dan suasana yang ada di dalam hati.
Ibarat sesendok atau bahkan sekarung gula, tidak akan membuat air laut menjadi manis. Itulah sebabnya doa Nabi Musa agar mampu mengemban amanah dakwah yang dipikul adalah memohon agar diberikan ke lapangan dada. "Tuhanku lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusan-urusanku, hilangkanlah kekakuan di dalam lidahku, agar mereka mengerti apa yang aku katakan".
Berawal dari kelapangan dada, maka semua urusan akan lebih mudah untuk diselesaikan dan dijalani, komunikasi dengan orang untuk mencari solusi senantiasa akan membawa pada cahaya terang benderang.
Kelapangan dada pula yang menyelematkan dan menguatkan Nabi Muhammad dari segala gangguan, ancaman, tekanan, dan persoalan-persoalan yang datang menyertai tugas kenabian yang dipikulnya. Kelapangan dada akan membantu seseorang berfikir jernih dan berserah diri secara maksimal kepada Tuhan. Orang yang selalu ingin campur tangan dalam urusan takdir, merekayasa, memanipulasi, tidak menerima ketentuan ketentuan-Nya dengan dalih ikhtiar, akan terseret pada situasi yang menyulitkan dirinya sendiri.
Campur tangan mengurus takdir bisa dibagi menjadi dua, yang pertama berusaha untuk mencapai hasil dengan terus berdoa dan merencanakan sesuai dengan kaidah-kaidah yang diridhoi Allah. Untuk campur tangan seperti ini merupakan amal saleh yang juga dicontohkan dan dianjurkan oleh para nabi. Kita saksikan bagaimana Nabi Nuh berusaha membangun kapal untuk menyelamatkan diri dan kaumnya dari banjir yang akan datang. Dikisahkan gimana Nabi Musa tetap berikhtiar untuk berlari dari kejaran Firaun sampai di ujung daratan berbatasan dengan laut dan tidak ada lagi jalan lain.
Dikisahkan pula bagaimana Siti Hajar berlari ke sana kemari untuk mencari air di tengah padang pasir di mana bukit tertinggi hanyalah Safa dan Marwah. Serta Bagaimana Nabi Muhammad menyebarkan dakwah dan mendapatkan tekanan dan perlawanan dari kaum yang tidak menyenangi dakwah beliau sehingga beliau harus melewati pertempuran yang tidak seimbang dari sisi jumlah. Dan mereka semua lah orang-orang yang mendapat bimbingan dan petunjuk di sisi Allah serta orang yang tercatat paling dicintai dalam sepanjang sejarah dunia dari awal hingga akhir zaman.
Ada pula orang yang campur tangan dengan urusan takdir dengan memaksakan segala cara untuk memenuhi keinginannya dengan dalil ikhtiar. Seolah cara-cara yang zalim adalah cara-cara yang dianjurkan oleh Allah dalam mencapai tujuan. Orang yang memiliki penyakit hati tidak akan pernah ikhlas dan rela ketika harus berada di bawah dan selalu ingin berada di atas. Oleh karenanya dia akan selalu berusaha menjatuhkan orang lain dengan apa yang dimilikinya.
Al-Qur'an penuh dengan kisah-kisah dan pelajaran hikmah. Semua keresahan dan kesulitan akan mampu kita lewati dan selesaikan dengan baik selama kita mengikuti tuntunan Allah melalui Al-Qur'an. Di dalamnya penuh pelajaran berharga yang akan membantu kita melapangkan dada, sehingga terasa mudah menjalani setiap tahap kehidupan. (*)