“Kita sudah bersurat tiga kali ada tanda terimanya. Dan surat itu sudah diterima dari asosiasi juga kita sudah bersurat dari pelaku usaha juga sudah bersurat. Tapi sampai saat ini belum ada respons,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aryo Dharma Pala menilai Indonesia masih memerlukan importasi bawang putih. Sebab, produsen dalam negeri hanya bisa memenuhi 5 persen dari total kebutuhan bawang putih masyarakat.
“Jadi kita perlu impor (bawang putih) karena produktifitas dalam negeri kita ga memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata Aryo.
Aryo menuturkan, importasi bawang putih harus tetap dilakukan untuk mencegah kelangkaan dan kenaikan harga. “Kita tetap butuh impor (bawang putih) karena kalau tidak harga semakin naik. Ini harga naik aja karena kuota ada hambatan impor, kelangkaan harga naik,” ucapnya.
Terkait kuota import bawang putih, Aryo mendorong agar Kemendag bersikap terbuka. Dia meminta kementerian yang dipimpin Zulkifli Hasan tersebut membuka data nama-nama perusahaan yang mendapatkan kuota impor.
“Kuncinya itu harus transparansi siapa yang mendapatkan kuota bisa impor dan berapa itu harus dibuka, ga ada yang data sensitif disitu,” ujar Aryo.
“Sekarang perusahaan aja semakin didorong transparan keuangan perusahaan apa lagi ini terkait kepentingan publik itu harus terbuka siapa yang impor dengan kuota tertentu,” pungkasnya. (Fajar)