MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulsel menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov Sulsel Tahun Anggaran (TA) 2022.
Hasilnya Pemprov kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang ke-12 kalinya. Penyerahan LHP LKPD ini dilakukan oleh Anggota VI BPK RI Pius Lustrilanang dalam sidang Paripurna DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Jumat (26/5).
Pius Lustrilanang mengatakan, pemeriksaan BPK dilaksanakan dengan memedomani Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dan menerapkan Risk Based Audit. Sehingga BPK yakin bahwa hasil pemeriksaan telah secara handal dapat menjadi dasar dalam penentuan opini atas kewajaran penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Serta telah melalui pelaksanaan prosedur pemeriksaan yang memadai. Di mana BPK melakukan pengujian atas kewajaran nilai - nilai yang disajikan dan diungkapkan dalam Laporan Keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta implementasi Sistem Pengendalian Intern (SPI).
"BPK RI menyimpulkan bahwa opini atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2022 adalah Wajar Tanpa Pengecualian atau WTP," kata Pius Lustrilanang.
Meski mendapat opini WTP, BPK memberikan catatan penting terhadap Pemprov Sulsel atas pengelolaan keuangan daerah yang masih terdapat permasalahan. Tanpa mengurangi keberhasilan yang telah dicapai, hasil pemeriksaan masih menunjukkan beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian.
Adapun permasalahan ditemukan BPK, Pemerintah Provinsi (Pemprov) tidak menunaikan kewajibannya atas bagi hasil pajak ke daerah. Di mana, Pemprov Sulsel memiliki utang bagi hasil ke Kabupaten/Kota sebesar Rp720,58 miliar di 2022. Termasuk utang bagi hasil pajak tahun 2021 sebesar Rp666.48 miliar.
Anggaran belanja bagi hasil pajak ke Kabupaten/Kota tersebut tidak dihitung berdasarkan porsi yang menjadi hak Pemerintah Kabupaten/Kota dari Anggaran Pendapatan Pajak Daerah Provinsi serta Bagi Hasil Pajak tahun sebelumnya yang belum disalurkan.
"Permasalahan ini mengganggu agenda pembangunan pada Pemerintah Kabupaten/Kota," tukasnya.
Tak hanya itu, penganggaran belum sepenuhnya memedomani Perpres Nomor 33 Tahun 2020. Antara lain, anggaran belanja pemeliharaan kendaraan dinas melebihi ketentuan minimal sebesar Rp10,46 miliar yang dikarenakan Anggaran BBM terpisah dengan anggaran pemeliharaan kendaraan dinas. Padahal berdasarkan Perpres No. 33, Anggaran Belanja BBM merupakan salah satu komponen dari Anggaran Belanja Pemeliharaan Kendaraan Dinas.
Begitupun aset-aset yang dibangun untuk disewakan atau ditetapkan penggunaannya masih disajikan sebagai aset tetap sebesar Rp63,70 miliar, yang seharusnya diklasifikasikan sebagai Aset Properti Investasi. Sehingga Pemprov Sulsel dinilai belum menerapkan Peraturan SAP 17 tentang Properti Investasi, pada Neraca per 31 Desember 2022.
"Hal tersebut terjadi karena Pemerintah Provinsi belum menyusun Kebijakan Akuntansi dan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) terkait Prosedur dan Teknis Akuntansi Properti Investasi," ujarnya.
Selain itu, penatausahaan Barang Milik Daerah pada Pemerintah Provinsi belum tertib, antaranya, terdapat aset tetap yang Tercatat pada KIB Tidak diketahui Keberadaannya dengan nilai sebesar Rp95,9 Milyar.
Selanjutnya catatan lain, yakni,
permasalahan yang berlarut-larut terkait pembangunan menara kembar (Twin Tower) diatas tanah seluas 8 hektar Senilai Rp201,70 milIar di Centre Point of Indonesia (CPI). Di mana menyebabkan tanah tersebut tidak dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan Pemprov Sulsel.
Dengan begitu BPK berharap LHP dimanfaatkan oleh para Pimpinan dan Anggota DPRD Sulsel dalam rangka melaksanakan, fungsi anggaran, fungsi legislasi maupun fungsi pengawasan, terhadap pembahasan rancangan Perda mengenai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD TA 2022 maupun pembahasan dan penetapan Perubahan APBD TA 2023.
"Selain itu, BPK juga mengingatkan agar rekomendasi yang diberikan oleh BPK RI, agar segera ditindaklanjuti oleh Gubernur Sulawesi Selatan beserta jajarannya selambat-lambatnya 60 hari setelah Laporan Hasil Pemeriksaan ini diserahkan sesuai dengan Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara," tegas Pius menandaskan.
BPK juga mengimbau kepada Pimpinan dan Anggota DPRD untuk ikut memantau penyelesaian tindak lanjut yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya. (Yadi/B)