JAKARTA, RAKYATSULSEL -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengaku bingung terkait putusan MK yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari semula empat menjadi lima tahun.
Dia mempertanyakan putusan tersebut, sebab mestinya hal itu menjadi kewenangan DPR selaku pembuat undang-undang.
Seharusnya kebijakan soal masa jabatan dan usia Pimpinan KPK merupakan wewenang pembuat UU atau yang disebut Open Legal Policy.
"Saya bingung, yang buat UU kan DPR. Kenapa jadi MK yang mutusin perpanjangan suatu jabatan lembaga. Saya bener-bener bingung," ujar Sahroni dalam keterangan persnya, Senin (29/5/2023).
Politisi dari Fraksi Partai NasDem ini mengungkapkan, Komisi III DPR RI akan meminta keterangan dari MK terkait putusan tersebut. Karena putusan MK tersebut menuai polemik di tengah masyarakat.
"Saya akan minta kepada pimpinan yang lain untuk memanggil MK. Karena kami kalau memanggil mitra kerja Komisi III harus kolektif kolegial," kata Sahroni.
Sementara itu Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) inkonsisten dalam putusan yang mengubah masa jabatan Pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.
Arsul menyoroti perbedaan putusan MK soal masa jabatan pimpinan dan usia minimal pimpinan KPK itu dengan kasus serupa yang terjadi pada saat sejumlah warga mengajukan uji materi pada UU Nomor 7 tahun 2020 tentang MK.
"Isu besarnya ada pada inkonsistensi dari putusan MK pada satu kasus yang sama," kata Arsul.
Politisi dari Fraksi PPP ini menambahkan, MK ketika menghadapi gugatan uji materil terhadap UU MK yang menyoal masa jabatan hakim konstitusi justru menolak gugatan tersebut. Namun sikap MK itu berlainan dalam uji materiil UU KPK.
"MK juga kemudian ketika dihadapkan pada persoalan tentang masa jabatan hakim MK, itu juga menganggap itu tidak bertentangan dengan keadilan. Nah, tiba-tiba di sini di dalam pertimbangan putusan itu bicara soal keadilan terkait dengan masa jabatan," imbuhnya.