MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Wisuda santri Sekolah Putri Darul Istiqamah (SMP dan SMA) serta Sekolah Alam Darul Istiqamah (PAUD, SD, dan TK), Sabtu, 3 Juni 2023 penuh haru.
Theatre Room, Lantai 3 Gedung Phinisi Universitas Negeri Makassar (UNM) yang menjadi lokasi acara seolah banjir air mata.
Keharuan pertama muncul ketika Wapres ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, memasuki ruangan dan memeluk erat sahabat lamanya, KH Arif Marzuki, Ketua Dewan Pembina Pesantren Darul Istiqamah.
"Anak-anakku sekalian harus bersyukur. Wisuda dihadiri orang-orang terhormat. Orang-orang baik yang dicintai. Tidak berlebihan kalau saya menyebut Pak JK ini ada di hatiku dan saya ada di hatinya. Dia sahabat yang saya cintai," tutur Kiai Arif.
Acara wisuda itu juga dihadiri Pangdam XIV/Hasanuddin, Mayjen TNI Totok Imam Santoso hingga Rektor UNM, Profesor Husain Syam, dan para tokoh lainnya. Pangdam juga sempat memberi motivasi pendidikan kepada para wisudawan dan undangan.
Saat berpidato, Kiai Arif mengenang kebaikan-kebaikan JK.
"Saat di Amerika sekalipun, dia langsung jemput Ustaz Arif yang sakit. Bawa ke Cipto (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo di Jakarta). Perlakukan sebagai pasien kepresidenan," ucap Kiai Arif dari podium.
Keharuan selanjutnya saat Ketua Dewan Pembina Spidi dan Sadiq, Muzayyin Arif naik ke podium. Saat mengulas capaian kedua sekolah yang digagasnya itu, dia tak bisa menahan air mata.
Wakil Ketua DPRD Sulsel itu terharu ketika menyebut semua Spidi dan Sadiq tidak lepas dari doa orang tua di Darul Istiqamah, KH M Arif Marzuki dan Hj Andi Murni Badiu.
"Terima kasih atas doa yang tak putus. Sesungguhnya capaian ini belum maksimal. Namun kami persembahkan untuk orang tercinta. Capaian ini hak beliau berdua dan kewajiban kami sebagai anak," tutur Muzayyin.
Dia juga meminta selalu didoakan agar terus bisa menjalankan transformasi pendidikan di Spidi dan Sadiq. Memastikan pendidikan berbasis agama semakin maju dan pesantren tak lagi dianggap pilihan alternatif. Melainkan rujukan utama para orang tua dalam menyekolahkan anak.
Tangis hadirin juga pecah saat puncak acara wisuda. Terutama ketika semua santri membawa masing-masing setangkai bunga mawar untuk orang tua dan guru-guru mereka. Ada juga surat berisikan tulisan tangan masing-masing di balik setiap mawar.
Para wisudawan melangkah ke bangku undangan, menghampiri orang-orang tersayang mereka. Memeluk dan mencium orang tua. Lampu ruangan disetel temaram dan ketika kembali dinyalakan, yang terlihat hanya wajah-wajah sendu dan orang yang menyapu wajah dengan tangan atau tisu.
Natasya Farah perwakilan wisudawan juga membuat orang-orang menangis. Saat berpidato, dia dengan nada rendah mengulas kebaikan para guru di Spidi, kenangan bersama teman-teman, hingga bagaimana dia terus merasa menyusahkan ayah dan ibunya selama menempuh pendidikan.
Riska Inayah, wisudawan Spidi lainnya, menutup keharuan dengan memimpin doa. (*)