Kasus Honorarium Fiktif Satpol PP Makassar, Kejati Didesak Seret Camat dan Eks Camat ke Meja Hijau

  • Bagikan
Muh Munawir Syahban.

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) diminta ikut menyeret ke meja hijau sejumlah camat yang diduga turut terlibat dalam kasus korupsi penyalahgunaan honorarium atau honorarium fiktif tunjangan operasional Satpol PP Kota Makassar di 14 kecamatan TA 2017-2020.

Menurut Muh Munawir Syahban, Penasihat Hukum dari salah satu terdakwa dalam kasus ini, nama 27 eks camat dan camat se-Kota Makassar yang telah mengembalikan uang kerugian negara terungkap di fakta persidang. Untuk itu dia meminta agar semua nama yang mengembalikan uang kerugian negara dalam kasus ini ikut diseret ke persidangan.

''Kami minta majelis hakim untuk memerintahkan Jaksa mengeluarkan sprindik baru dan menyeret mereke semua (Camat yang mengembalikan uang) ke meja hijau. Dan kami sangat percaya kalau Kejaksaan di bawah komando Kajati Leonard Eben Ezer Simanjuntak akan bersikap tegas dalam memberikan rasa keadilan dalam supremasi penegakan hukum di Sulsel,” ujar Awie, sapaan akrab penasehat hukum terdakwa Abdul Rahim itu, Senin (5/6/2023).

Menurutnya, peran masing-masing camat dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara Rp4,8 miliar ini, perlahan terbongkar setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel menghadirkan sejumlah saksi dalam persidangan.

Di mana pada sidang yang digelar sebelumnya, JPU menghadirkan beberapa Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban (Kasi Trantib) Kecamatan dan Kasi Pemerintahan selaku Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan (PPTK) pada kegiatan tersebut.

Dalam kesaksiannya itu, Awie menuturkan, mereka menyampaikan bahwa tidak menjalankan tugasnya sebagai PPTK dan diambil alih oleh Kasubag Keuangan dan semua secara teknis Camat yang mengatur. Mereka pun disebut mengaku hanya terima beres pada saat menandatangani laporan pencarian honorarium BKO Satpol PP.

“Saya selaku kuasa hukum terdakwa Abd Rahim menyimpulkan tidak ada alasan lagi untuk tidak diterbitkan sprindik baru buat para camat dan eks camat agar di proses
secara hukum," sebutnya.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kuasa hukum mantan Kasi Operasi Satpol PP Kota Makassar itu menyebut tidak ada lagi alasan untuk tidak diterbitkannya surat perintah penyidikan (Sprindik) yang baru di kasus ini.

Awie ini menilai, ketika tidak diterbitkan sprindik baru buat para camat yang mengembalikan uang kerugian negara itu, maka kredibilitas penegak hukum dalam hal ini Kejati Sulsel patut dipertanyakan.

Bahkan kata dia, dalam waktu dekat pihaknya akan melaporkan langsung ke Kejaksaan Agung RI megenai hal ini dengan membawa sejumlah bukti-bukti kejanggalan dalam proses penyidikan.

"Ini juga dalam waktu dekat kami akan melapor ke Kejaksaan Agung, karena kenapa hanya melibatkan klien kami (Abd Rahim) yang tidak memiliki kewenangan sama sekali dalam proses pencarian anggaran tersebut," bebernya.

Menindak lanjuti pernyataan itu, Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya juga masih terus mendalami kasus ini dengan melihat fakta-fakta di persidangan yang sementara berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Makassar.

"Pemeriksaan masih berjalan di pengadilan, kita tunggu saja nanti seperti apa putusannya," ujar Soetarmi.

Adapun daftar camat-camat di periode itu yang sudah mengembalikan uang kerugian negara kepada penyidik Kejati Sulsel berdasarkan data yang diberikan Awie diantaranya:

  1. Andi Asminullah (Camat Rappocini) Kembalikan Uang Negara Rp11,4 juta
  2. Fadly Wellang (Camat Mamajang) Kembalikan Uang Negara Rp113,1 juta
  3. A Ardhy Rahadian S (Camat Makassar) Kembalikan Uang Negara Rp61,2 juta
  4. Muh Thahir Rasyid (Camat Panakukang) Kembalikan Uang Negara Rp337,725 juta
  5. Kaharuddin Bakti (Camat Tamalanrea) Kembalikan Uang Negara Rp213,75 juta
  6. Anshar Umar (Camat Manggala) Kembalikan Uang Negara Rp205,2 juta
  7. A Zainal Abidin (Camat Tallo) Kembalikan Uang Negara Rp159,6 juta
  8. Harun Rani (Camat Mariso) Kembalikan Uang Negara Rp309,225 juta
  9. Edwar Supriawan (Camat Ujung Tanah) Kembalikan Uang Negara Rp76,75 juta
  10. Ibrahim Chaidar Said (Camat Ujung Tanah) Kembalikan Uang Negara Rp74,1 juta
  11. Alamsyah Sahabuddin (Camat Makassar) Kembalikan Uang Negara Rp11,4 juta
  12. Syamsul Bahri (Camat Bontoala) Kembalikan Uang Negara Rp135,375 juta
  13. Syahruddin (Camat Manggala) Kembalikan Uang Negara Rp25,5 juta
  14. Andi Syahrum (Camat Biringkanaya) Kembalikan Uang Negara Rp112 juta lebih
  15. A Pangeran Nur Akbar (Camat Panakukkang) Kembalikan Uang Negara Rp180,975 juta
  16. Mahyuddin (Camat Biringkanaya) Kembalikan Uang Negara Rp151,05 juta
  17. Juliaman (Camat Mariso) Kembalikan Uang Negara Rp225,75 juta
  18. Andi Fadli (Camat Manggala) Kembalikan Uang Negara Rp76,95 juta
  19. Arman (Camat Bontoala) Kembalikan Uang Negara Rp89,775 juta
  20. Ansaruddin (Camat Wajo) Kembalikan Uang Negara Rp71,25 juta
  21. Andi Unru (Camat Ujung Tanah) Kembalikan Uang Negara Rp209,475 juta
  22. Ruly (Camat Makassar) Kembalikan Uang Negara Rp212,325 juta.
  23. Muh Rheza (Camat Tamalanrea) Kembalikan Uang Negara Rp192,375 juta
  24. Fahyuddin (Camat Tamalate) Kembalikan Uang Negara Rp125,4 juta
  25. Akbar Yusuf (Camat Mamajang) Kembalikan Uang Negara Rp5,7 juta
  26. Hamri Haiya (Camat Rappocini) Kembalikan Uang Negara Rp31,35 juta
  27. Hasan Sulaiman (Camat Tamalate) Kembalikan Uang Negara Rp289,275 juta
  28. Muh Mulyadi Mone (Danru Kec. Rappocini) Kembalikan Uang Negara Rp7,7 juta.

Diketahui, kasus korupsi honorarium atau honorarium fiktif tunjangan operasional Satpol PP Kota Makassar di 14 kecamatan TA 2017-2020 ini mulai disidangkan pada 30 Januari 2023 di Pengadilan Negeri (PN) Makassar.

Mantan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Makassar Iman Hud dan Abdul Rahim, selaku mantan Kasi Pengendali dan Operasional Satpol PP Kota Makassar didudukkan sebagai terdakwa.

Dalam dakwan yang dibacakan oleh JPU menyebut bahwa terdakwa Iman Hud, Abdul Rahim, dan almarhum Muhammad Iqbal Asnan telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.

"Terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau penunjukannya selaku Kepala Seksi Operasi dan Pengendalian Satpol PP Makassar,” kata JPU saat membacakan dakwaan.

Terdakwa dianggap telah melawan hukum dengan menyisipkan 123 nama Personil Satpol PP Kota Makassar ke dalam surat perintah penugasan kegiatan Patroli Kota (Patko), Keamanan dan Ketertiban Umum (Kamtibum) dan Pengendalian Massa (Dalmas) yang anggarannya bersumber pada DPA Satpol PP Kota Makassar tahun anggaran 2017 sampai dengan tahun 2020.

Termasuk pada kegiatan Pengawasan dan Pengamanan Ketertiban Umum Kecamatan yang anggarannya bersumber pada DPA 14 SKPD Kecamatan se-Kota Makassar tahun anggaran 2017 sampai dengan 2020. Terdakwa disebut merancang seakan-akan personil tersebut bertugas di Kecamatan atau bertugas di kegiatan Balaikota Makassar.

Konsep draft surat perintah tersebut langsung ditandatangani oleh terdakwa Iman Hud selaku Kasatpol PP Kota Makassar saat itu, selanjutnya surat perintah tersebut menjadi dasar pembayaran honorarium baik dari dana yang bersumber dari DPA Kecamatan maupun dari DPA Satpol PP Kota Makassar.

"Setelah honorarium dibayarkan Abdul Rahim kemudian menghubungi anggota Satpol PP yang namanya telah disisipkan dalam surat perintah tersebut untuk menyerahkan atau menyetorkan uang honorarium tersebut kepadanya, juga kepada terdakwa almarhum Iqbal Asnan," sebut JPU.

"Sehingga Abdul Rahim telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 4,8 miliar sebagaimana Laporan Hasil Audit Inspektorat Daerah Propinsi Sulsel," tambahnya.

Atas perbuatan kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.

“Primernya melanggar Pasal 2 ayat 1 tentang UU Tipikor lalu subsider Pasal 3 UU Korupsi dan alternatif yang kedua Pasal 12 E. Kedua terdakwa sama dakwaannya juncto 55 dan 64 berlanjut,” tutup JPU. (isak/B)

  • Bagikan

Exit mobile version