Sidang Korupsi PDAM Makassar, Kuasa Hukum HYL: Kami Hadirkan Saksi Meringankan Nanti

  • Bagikan
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi PDAM Makassar kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Senin (5/6/2023). Foto: ISAK PASA'BUAN/RAKYATSULSEL/A

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi PDAM Makassar kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Senin (5/6/2023). Sidang kali sudah memasuki angeda pemeriksaan saksi-saksi.

Tujuh saksi yang dihadirkan kali ini dua diantaranya laki-laki dan lima orang lainnya perempuan. Mereka adalah saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Hendri Tobing meminta para saksi untuk menjelaskan mengenai pembagian keuntungan tantiem atau jasa produksi (Jaspro) di PDAM Makassar.

"Kepada saudara (tujuh) saksi, saya mau tanya berapa jatah tantiem dan Jaspro yang didapatkan oleh para direksi?. Dijawab saja kalau tidak tahu, bilang tidak tahu," tanya Hendri Tobing.

Pertanyaan hakim itu kemudian kompak dijawab oleh para saksi. Mereka mengaku tidak mengetahui akan hal tersebut. "Tidak pernah tahu pak," jawab saksi.

Menanggapi pernyataan itu, Penasihat Hukum terdakwa HYL, I. Yasser S. Wahab mengaku apa yang disampaikan para saksi dalam sidang sudah sesuai. Termasuk mengenai dakwaan penuntut umum yang dinilai mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, sedangkan PDAM Makassar masih menggunakan acuan Perda Kotamadya Ujungpandang Nomor 6 Tahun 1974.

Dijelaskan bahwa terjadinya perbedaan perhitungan, karena adanya pandangan terhadap kedudukan hukum (legal standing) PDAM Kota Makassar ketika itu. Yaitu, PDAM Kota Makassar saat itu belum berbentuk Perusahaan Umum Daerah atau Perusahaan Perseroan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), (4), dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017.

"Sebenarnya dari catatan kami apa yang dikatakan saksi itu betul, mereka melakukan berdasarkan mekanisme perda (peraturan daerah). Sedangkan JPU dakwakan itu bahwa mekanisme perda yang digunakan itu keliru," kata Yasser usai sidang.

"Seharusnya pakai mekanisme berdasarkan PP 54, memang disitu pokok persoalannya. Jadi kami anggap sudah benar (PP 54), mungkin bagi JPU itu dianggap tidak sesuai karena tidak sesuai PP 54, jadi cantolannya berbeda," sambungnya.

Sementara terkait saksi yang meringankan terdakwa HYL, Yasser menyebut sampai saat ini timnya masih melihat perkembangan dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan pihak penuntut umum, jika dirasa diperlukan maka akan disiapkan.

"Sekarang belum saksi meringankan, belakangan setelah saksi dari JPU baru giliran kita yang hadirkan saksi meringankan. Kita lihat perkembangan saksi-saksinya ini, kalau dirasa perlu baru kita hadirkan, termasuk ahli juga," kuncinya. (Isak/B)

  • Bagikan