MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Hadirnya guru besar baru, semakin menguatkan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
UMI mengukuhkan dua guru besar baru yaitu Profesor. Naidah Naing, uru besar dalam ilmu Arsitektur Fakultas Teknik UMI. Ia menyampaikan pidato berjudul "Tektonika Rumah Mengapung: Arsitektur Air Dengan Konsep Disaster Resilience".
Kedua adalah Profesor Ratna Musa, pengukuhan jabatan guru besar Fakultas Teknik UMI, dengan pidato bertajuk "Optimalisasi Pola Tanam di Sulawesi Selatan".
Rektor UMI, Profesor Basri Modding menyampaiman besar harapan agar bertambah guru besar di UMI akan terus meningkatkan kualitas SDM di kampus yang dipimpinya.
Menurutnya, gelar profesor bukan akhir dari pencapaian karir seorang dosen. Tapi, menjadikan gelar tersebut sebagai spirit yang senantiasa membangkitkan inspirasi baru, sehingga bisa menciptakan karya yang lebih brilian dan bermanfaat bagi khalayak umum.
"Kita semua memahami bahwa pencapaian profesor oleh seorang dosen yang diputuskan oleh kemenristek dikti merupakan capaian prestisius yg diberikan oleh pemerintah," ujar Basri.
Sebab, kata dia, tidak semua orang mampu menyandang gelar ini. Bukankarna aspek sosial dan materil melainkan idealis tinggi untuk memajukan bangsa terutama budang pendidikan.
Pencapaian gelar profesor hendaknya tidak membuat jati diri berubah. Harus benar mempertimbangkan secara cermat akibat ucapan yang ditimbulkan.
"Terkadang perlu mempertimbangkan diri sendiri apakah ucapan mendatangkan masalag atau merugikan dan menyakitkan," tuturnya.
Dengan UMI aktif, akan mengejar ketertinggalan dari universitas lain. Baik secara nasional maupun internasional.
"Perbaikan tata kelola internal dan eksternal itu perlu. Sebut saja untuk meraih gelar profesor pentingnya ada riset," jelasnya.
Ketua Dewan Guru Besar UMI, Profesor Mansyur Ramly menuturkan, para profesor yang dikukuhkan diharapkan memberikan konstrubisi untuk bersama-sama mengembangkan ilmu yang positif terhadap pengembangan masyarakat, bangsa, khususnya pengembangan di UMI ke depan.
"Semakin tinggi derajat jabatan akademik kita semakin tinggi terhadap pendidikan kita semestinya kita semakin banyak tunduk di hadapan Allah SWT," singkatnya.
Adapun Profesor Dr Naidah Naing dalam pidatonya menyampaikan bahwa wujud tektonika rumah mengapung di danau Tempe berdasarkan tradisi membangun rumah panggung masyarakat Bugis.
"Dengan susunan struktur yang masih merefleksikanpaham kosmologis tiga alam dan pedoman bagianbagian tubuh manusia dalam elemen-elemen konstruksi rangkanya," katanya.
Menurutnya, volume massa rumah dibuat lebih ringan dengan menyederhanakan struktur atap, struktur dinding, struktur lantai, sehingga volume rumah secara keseluruhan tidak membebani struktur rakit.
Hal ini, kata dia, agar rumah dapat mengapung, mudah bergerak/berputar-putar pada poros dan ringan dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain di atas air. Pengurangan tinggi struktur tiang bawah/kolong agar rumah tidak mudah terbalik oleh angin kencang.
"Penggunaan tiang tambatan di depan rumah agar rumah dapat berputar sesuai arah angin, menciptakan struktur goyang yang tidak melawan angin sehingga konstruksi lebih awet. Sehingga secara umum, struktur rumah," tuturnya.
Sama halnya disampikan pidato Profesor Ratna Musa. Berdasarkan data dan hasil analisa dari kajian dan eksperimen penelitian yang terkait, dapat disimpulkan bahwa pola tanam yang sesuai dengan kondisi Daerah Irigasi Kiru-Kiru adalah pola tanam padi-padi-palawija.
"Dengan pertimbangan neraca air dan kebutuhan air sebesar 1,48 m?/detik untuk padi dan 0,23 m”/detik untuk palawija, maka pola tanam yang paling optimal untuk Daerah Irigasi," singkatnya. (Suryadi/B)