Diketahui, belakangan ini, penyelenggara Pemilu mulai aktif membuat regulasi mengenai pembatasan media sosial untuk berkampanye. Jika mengacu
Pasal 35 ayat 2 PKPU nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye peserta Pemilu 2024 memiliki 10 akun media sosial di masing-masing platform. Rinciannya Instagram-nya 10, Facebook-nya 10.
Namun KPU merevisi regulasi tersebut dengan menambah jumlah akun yang digunakan peserta Pemilu menjadi 20 setiap platform media sosial.
Namun ini dianggap bukan solusi terbaik.
Komisioner Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad menilai, berapapun akun media sosial diizinkan untuk berkampanye, kerap bertolak belakang fakta di lapangan.
"Akun yang didaftarkan di KPU itu tidak digunakan berkampanye oleh peserta Pemilu. Mereka lebih suka menggunakan akun pribadi yang tidak terdaftar di KPU, atau dikampanyekan oleh pendukung di akun medsos masing - masing," katanya.
Kendati, kata Saiful, akun yang didaftarkan peserta Pemilu ke KPU kerap baru dibuat menjelang kontestasi politik.
Sehingga bagi Saiful, soal regulasi berkampanye di media sosial bukan mengenai jumlah akun yang digunakan. Tapi lebih kepada aturan tentang materi kampanye di medsos.
"Medsos baru yang dibuat dan didaftar di KPU, tentu bukan menjadi pilihan jika mereka ingin kampanye. Akun (baru) ini pasti masih terbatas followers nya. Kenapa tidak lebih fokus mengatur tentang isi/materi kampanye di medsos," ujarnya.
Dikatakan, adanya penetapkan berapapun akun medsos yang digunakan peserta kampanye, pada faktanya akun yang didaftarkan di KPU itu, tdk digunakan berkampanye oleh peserta Pemilu (Caleg).