PDIP-Golkar Klaim Tak Punya Caleg Ganda

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar Sulawesi selatan memastikan tidak ada bakal calon legislatif ganda yang disetor ke Komisi Pemilihan Umum.

Sekretaris PDIP Sulsel, Rudi Pieter Goni mengatakan, caleg yang telah disetor ke KPU dalam daftar caleg sementara (DCS) sangat kecil peluang untuk diotak-atik alias pergantian. Dia menegaskan bahwa bacaleg yang disetor ke KPU dipastikan tidak ganda, apalagi terindikasi akan terdaftar di partai lain.

"Bagi kami sangat kecil kemungkinan untuk diganti DCS disetor ke KPU. Karena kami yakin bacaleg tersebut tidak ganda, apalagi terdaftar di partai lain," ujar Rudi, Kamis (8/6/2023).

Anggota DPRD Sulsel itu mengatakan sebagai partai yang taat pada regulasi, apapun yang akan disampaikan KPU nantinya pada rentang waktu perbaikan DCS, akan segera dijalankan.

Adapun Sekretaris Partai Golkar Sulsel, Marzuki Wadeng mengatakan bahwa Golkar sudah menyetor nama-nama bacaleg ke KPU. Meski begitu, mengenai adanya caleg ganda yang terdaftar di Golkar akan tergantung dari hasil verifikasi KPU.

Marzuki memastikan caleg Golkar Sulsel dipastikan tidak terdaftar di partai lain. Namun, pihaknya akan menjalankan hasil verifikasi dari KPU untuk kepentingan jalannya demokrasi ke depan.

"Pada intinya apapun hasil dan keputusan KPU soal vermin bacaleg akan kami tindak lanjuti. Pergantian caleg akan dilakukan bila diperlukan," ujar dia.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Firdaus Muhammad berpandangan bahwa partai yang meyakini tidak akan melakukan pergantian caleg di DCS dengan cara telah memastikan orang-orang yang diajukan benar-benar kader partai.

"Bukan sekadar mencaplok kader atau figur yang bukan kader," ujar dia.

Firdaus mengatakan, langkah yang perlu diperhatikan partai adalah saling komunikasi dengan partai lain sehingga memastikan jagoan masuk di DCS tidak terdaftar di dua partai sehingga tidak ganda.

"Kalau tidak ada komunikasi maka akan menimbulkan kerancuan di DCS. Sesama parpol saja membangun komunikasi yang baik sehingga patut melakukan ketelitian dengan baik," imbuh Firdaus.

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto melihat fenomena caleg ganda merupakan imbas dari lemahnya regulasi teknis sehingga ruang untuk daftar caleg ganda tersebut sangat terbuka.

"Penyusunan DCS ini memang seperti membooking kuota saja. Urusan perlengkapan dan perbaikan administrasi pendaftaran bisa dilakukan di tahap selanjutnya," ujar dia.

Luhur mengatakan, dalam persaingan politik yang masih penuh ketidakpastian, terutama soal sistem proporsional terbuka atau proporsional tertutup, banyak figur caleg yang masih di posisi wait and see terhadap keputusan soal sistem Pemilu.

"Kalau terjadi perubahan, maka DCS akan terkoreksi total," kata Luhur.

Sementara itu, bacaleg dari Partai Gerindra, Aisyah Tiar Arsyad menolak secara tegas sistem pemilihan proporsional tertutup yang saat ini menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Sistem proporsional tertutup adalah sistem yang tidak berkeadilan bagi perempuan. Sudah pasti target afirmasi 30 persen perempuan di DPR akan sulit tercapai. Selama ini caleg perempuan selalu hanya dianggap pelengkap syarat administrasi," kata Aisyah.

Caleg untuk DPR RI Dapil Sulsel Tiga itu mengatakan, dalam sistem pemilihan proporsional tertutup, partai politik memiliki kendali penuh terhadap daftar calon. Hal ini dapat menyebabkan keterwakilan yang tidak merata dari berbagai kelompok dan pandangan dalam partai politik. Beberapa kelompok masyarakat atau pandangan politik yang tidak populer mungkin diabaikan atau kurang diwakili.

"Sangat penting mempertahankan sistem proporsional terbuka yang inklusif, yang memungkinkan wakil rakyat terpilih untuk mewakili berbagai pandangan dan aspirasi masyarakat. Dengan sistem pemilihan proporsional terbuka, caleg dapat dipilih berdasarkan kualitas dan rekam jejak mereka secara individu, bukan hanya sekadar identitas parpol yang mereka wakili," tegasnya.

Bacaleg DPRD Sulsel Dapil Makassar A, Fadel Muhammad Tauphan Ansar juga berpendapat sama. Menurut dia, dalam sistem pemilihan proporsional tertutup, caleg akan cenderung mempertanggungjawabkan aspirasi partai politik daripada aspirasi konstituennya secara langsung.

"Caleg terpilih tentu akan lebih fokus pada kepentingan parpol yang menempatkannya dalam daftar calon daripada memperhatikan kebutuhan dan aspirasi rakyat yang mereka wakili. Hal ini dapat mengurangi akuntabilitas wakil rakyat terhadap pemilih," ujar dia.

Ketua HIPMI Kota Makassar ini menyebutkan sistem tersebut juga akan berefek pada rendahnya partisipasi publik dalam proses politik. Sistem proporsional tertutup cenderung mengabaikan preferensi pemilih secara langsung dan lebih menekankan pada kepentingan partai politik.

Dalam konteks ini, Fadel percaya bahwa memperkenalkan sistem pemilihan proporsional terbuka dapat memberikan ruang yang lebih besar bagi partisipasi aktif pemilih dan menguatkan hubungan antara wakil rakyat dan konstituennya.

"Pemilih tentu merasa kurang terlibat karena mereka tidak memiliki pengaruh langsung dalam menentukan calon individu yang mereka pilih. Ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik dan mengurangi minat mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses politik. Di Samping itu, pemilih juga tidak dapat melihat dan mengevaluasi secara langsung kualifikasi dan rekam jejak calon individu yang mereka pilih," jelasnya. (Suryadi-Fahrullah/B)

  • Bagikan