MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Mahkamah Konstitusi akan mengambil keputusan mengenai pelaksanaan Pemilu 2024, hari ini. Sidang putusan tersebut dijadwalkan digelar pada pukul 10.00 WITA.
Ketua Partai Keadilan Sejahtera Sulawesi Selatan, Amri Arsyid mengatakan putusan MK sangat menentukan persiapan partai dan bakal calon legislatif. Menurut dia, seharusnya MK sejak awal segera mengambil keputusan mengenai pelaksanaan pemilu dengan proposional terbuka atau tertutup.
"Semakin lama ditunggu semakin tidak ada manfaatnya. Sejak awal kami berharap putusan tersebut segera diambil agar strategi partai juga segera berjalan," ujar Amri, Rabu (14/6/2023).
Bacaleg DPR RI ini menyebutkan pihaknya sudah menyiapkan strategi apabila pelaksanaan pemilu digelar terbuka maupun tertutup. "Jadi apapun yang diputuskan MK, mesin kami di PKS sudah siap dan tetap menyesuaikan dengan putusan tersebut," ujarnya.
Amri mengatakan tidak dipungkiri sebelum ada putusan MK mempengaruhi pergerakan bacaleg. Meski begitu, dia meyakinkan bahwa PKS memiliki kekuatan yang kuat dan tidak khawatir dengan pelaksanaan pemilu proporsional tertutup.
"Tapi kami juga tidak bisa hindari bahwa ada bacaleg yang akan lari bila sistem pemilu digelar tertutup," beber Amri.
Jika MK memutuskan pemilu tertutup, kata Amri, DPP akan mengumpulkan seluruh pengurus wilayah untuk membicarakan strategi pemenangan 2024 nanti. "Kami akan duduk bareng lagi dengan pimpinan, bagaimana penyusunan calon legislatif," imbuh dia.
Ketua Perindo Sulsel, Sanusi Ramadhan mengatakan pihaknya sudah siap mengikuti pemilu dengan sistem proporsional terbuka atau tertutup. "Kami tidak ada persoalan itu. Terbuka dan tertutup sama saja bagi kami," ujar Sanusi.
"Kalau ada orang yang baru masuk dalam partai lalu lari karena pemilu tertutup) berarti dia tidak berpikir soal partai," kata dia.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Sukri Tamma memprediksi Pemilu 2024 nanti tetap terbuka karena mengingat besarnya aspirasi masyarakat.
"Saya rasa MK juga akan mempertimbangkan dampak kebijakan MK pada sistem kepartaian dan legitimasi Pemilu 2024. Bila dilaksanakan tertutup maka sistem kepartaian jelas akan terkoreksi dan juga bisa muncul penolakan yang besar dari masyarakat yang berakibat lemahnya legitimasi terhadap hasil pemilu," ujar Sukri.
Menurut dia, apabila MK memutuskan sistem proporsional tertutup maka partai harus siap-siap menghadapi gejolak internal seperti perebutan nomor urut atas.
"Dan ini juga akan membuat caleg-caleg yang berada pada nomor urut bawah akan meninggalkan pencalonannya atau tidak bekerja memenangkan partai," ujarnya.
Hal ini pada akhirnya membutuhkan konsolidasi internal partai dan upaya untuk memperkuat struktur partai utamanya yang terdekat dari pemilih dan juga upaya-upaya untuk menciptakan identifikasi partai melalui sosialisasi logo.
"Nomor urut partai hingga platform kebijakan dan ideologi partai. Tentu hal ini tidak bisa dilakukan secara instan. Makanya jika pemilu digelar tertutup maka yang paling diuntungkan adalah partai-partai besar dengan struktur yang mapan," jelasnya.
Sedangkan pengamat politik dari Universitas Pancasakti Makassar, Sakral Wijaya Saputra mengatakan sistem proporsional tertutup adalah bentuk kemunduran demokrasi di Indonesia. Sistem demikian hanya menguntungkan partai penguasa, seperti Golkar senantiasa menjadi pemenang pemilu di era Soeharto. Parahnya lagi, hanya orang-orang tertentu yang dekat dengan penguasa yang akan mendapatkan jatah nomor urut 1 dan 2.
"Dalam sistem pemilihan proporsional tertutup, partai politik memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan siapa yang masuk dalam daftar calon dan posisi mereka di dalamnya. Hal ini seringkali mengakibatkan keputusan yang subjektif dan berpotensi melanggengkan patronase politik serta kurangnya akuntabilitas kepada pemilih," katanya.
Dirinya menyebutkan kebijakan afirmasi 30 persen perempuan di parlemen tidak akan pernah tercapai bila sistem proporsional tertutup di berlakukan. Dengan sistem proporsional terbuka saja, keterwakilan perempuan di DPR belum pernah tercapai.
"Apalagi dengan sistem proporsional tertutup yang seringkali tidak transparan, tidak akuntabel, dan tidak representatif. Tentu caleg perempuan akan selalu menjadi anak bawang. Ditempatkan pada nomor urut paling bawah. Kecuali jika sistem proporsional tertutup mewajibkan perempuan harus menempati nomor urut 1, baru bisa disebut adil bagi perempuan. Tapi apa mungkin pembuat undang-undang kita mau," ujar dia.
Sehari jelang putusan, MK menambah keamanan baik di dalam maupun di luar gedung. Pengamanan ini penting, mengingat putusan yang akan diambil itu sangat sensitif dan menyedot perhatian publik selama berbulan-bulan. Sembilan hakim MK dipastikan hadir saat sidang putusan itu dibacakan. Dalam sidang tersebut, MK juga sudah menyampaikan undangan untuk kehadiran dari kedua pihak berperkara. Baik dari penggugat maupun tergugat, yakni DPR dan pemerintah.
Juru Bicara MK Fajar Laksono menyampaikan, sejumlah persiapan telah dilakukan untuk menjaga situasi tetap kondusif selama majelis hakim membacakan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait gugatan sistem pemilu. Pihaknya telah berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya untuk mengamankan lokasi. Penambahan personel tak hanya dilakukan di luar area gedung MK, tapi juga di dalam ruang rapat pleno.
"Kami menyadari bahwa perkara 114 ini mendapatkan atensi dari publik dengan luar biasa, pasti ditunggu banyak orang, ya," kata Fajar.
Karena tingginya atensi publik itu, tentunya MK bersiap atas segala kemungkinan yang terjadi. "Tentu akan ada hal-hal yang harus kami persiapkan, terutama berkaitan dengan pengamanan," bebernya.
Menurut Fajar, penambahan personel merupakan hal biasa yang dilakukan MK dalam mengawal jalannya sidang. Khususnya untuk perkara yang sifatnya menyedot perhatian publik.
“Dalam sidang sebelumnya, kami juga selalu berkoordinasi dan bersinergi dengan Polda Metro Jaya, guna mendukung kelancaran dan pengamanan persidangan,” kata Fajar.
Fajar mengatakan, berbagai elemen pemerintah juga sudah diberikan undangan untuk menghadiri sidang putusan. "Semuanya juga sudah dikasih surat panggilan untuk hadir dalam persidangan," ujar Fajar.
Bagaimana dengan persiapan hakim? Hakim MK, Enny Nurbaningsih mengaku tidak punya persiapan khusus jelang putusan sidang judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Satu-satunya hakim perempuan di MK ini mengatakan, majelis hakim tidak mengurusi persiapan keamanan. Enny dan hakim MK lainnya hanya fokus pada pemeriksaan berkas perkara hingga kesimpulan dari semua pihak.
Enny menegaskan, dalam prosesnya, majelis hakim tidak boleh terpengaruh oleh isu apapun yang ada di luar. Sebab, anggota majelis hakim telah terikat dengan kode etik. “Jadi tidak ada ‘ritual’ khusus sebagaimana putusan-putusan MK lainnya,” ujar Enny.
Wanita kelahiran Pangkal Pinang, 27 Juni 1962 ini menambahkan, sebelum pengucapan putusan dilakukan dalam sidang terbuka, majelis hakim lebih dulu merumuskan putusannya secara tertutup.
Karena sifatnya yang rahasia dan tertutup, Enny yakin tidak akan ada kebocoran informasi soal putusan. Sebab, hanya mereka yang sudah diambil sumpahnya yang bisa masuk Ruang Permusyawaratan Hakim (RPH). “Yang dilakukan di lantai 16 yang sangat senyap dengan jumlah orang yang boleh masuk sangat dibatasi,” ujar dia.
Ketua KPU, Hasyim Asy'ari menyatakan pihaknya selaku penyelenggara Pemilu akan menghormati segala keputusan MK terkait sistem pemilihan umum. Selain itu, pihaknya juga memastikan akan menghadiri sidang putusan MK secara online. Hasyim juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengganggu jalannya sidang.
Salah satu elemen pemerintahan, yaitu DPR memastikan hadir dalam sidang putusan tersebut. Kali ini, DPR akan diwakili oleh Kuasa Hukum DPR di MK, Habiburokhman.
"Jelas kami (DPR) akan hadir. Karena sekarang saya posisinya sebagai kuasa DPR di MK. Memang bukan 8 atau 9 (wakil fraksi) tapi saya secara keseluruhan mewakili DPR," tegas Habib.
Gugatan ke MK perihal sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup, diajukan pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono dan lima koleganya pada November 2022 lalu. Gugatan itu berawal ketika ada sejumlah pasal dalam Undang-Undang atau UU Pemilu yang dinilai kurang tepat. Antara lain tentang pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka pada pasal 168 ayat 2.
Demas menilai sistem proporsional terbuka lebih banyak jeleknya. Dia mencontohkan calon legislator satu partai bakal saling sikut demi mendapatkan suara terbanyak. Selain itu, besar kemungkinan peluang terjadinya politik uang. Dia menyebut, kader berpengalaman acap kali kalah oleh kader dengan popularitas dan modal besar.
Delapan fraksi di DPR diketahui menolak usulan perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup. Mereka sempat mengadakan pertemuan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, pada Minggu, 8 Januari lalu. Mereka adalah Partai Demokrat, PKS, Partai NasDem, PPP, Partai Golkar, PKB, PAN, serta Partai Gerindra yang absen namun menyatakan sikap. (fahrullah/B)