JAKARTA, RAKYATSULSEL — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem pemilihan umum (Pemilu) 2024 akan menggunakan proporsional terbuka. Itu, usai ketua MK Anwar Usman membaca putusan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 atau gugatan sistem proporsional tertutup, Kamis, (15/6).
Ketua MK, Anwar Usman mengatakan, berdasarkan penilaian alas fakta dan hukum sebagaimana diurakan di atas, Mahkamah berkesimpulan.
“Mahkamah berwenang mengadil permohonan a quo, para pemohon memiiki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, permohonan provisi idak beralasan menurut hukum, pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” kata Anwar saat membaca putusan.
Dijelaskan, hal ini berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6954), dan UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076).
Adapun amar putusannya MK, menolak permohonan provisi para pemohon dalam pokok permohonan dan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya.
“Amar putusan, Mengadili, dalam provisi, menolak permohonan provisi para Pemohon dalam pokok permohonan, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” tandasnya.
Sidang pembacaan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 dihadiri 8 hakim MK, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dimohonkan pengujian ke Mahkamah Konstitusi Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi; Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka memilih pengacara dari kantor hukum Din Law Group. (*/fajar)