Depo Pertamina di Makassar Diduga Langgar Standar Keselamatan

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Public Policy Network (Polinet) menyoroti keberadaan Depo Pertamina Makassar yang terletak di Jl. Sabutung, Kelurahan Tamalabba, Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar.

Keberadaan depo Pertamina tersebut dianggap melanggar standar operasional dan mengancam keselamatan warga sekitar. Pasalnya, jarak antara depo Pertamina dengan pemukiman warga hanya sekitar kurang lebih 19 meter.

Diketahui, Kondisi tersebut tidak sesuai dengan standar acuan Pertamina yang merujuk pada American Petroleum Institute (API) dengan jarak minimum 60 meter dan Nastional Fire Protection Association (NFFA) yang menetapkan jarak minumum 122 meter.

Bahkan, berdasarkan ketentuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Keputusan Direktur Jenderal ESDM No 309.K/30/DJB/2018 yang mengatur depo Pertamina yang masuk dalam kelas I-II B, jarak minimal 150 meter.

Syarat jarak minimum tersebut ditentukan dengan memperhatikan potensi resiko yang ditimbulkan dari aktivitas yang dilakukan oleh Depo Pertamina yang berpotensi membahayakan lingkungan sekitar.

Peneliti dari Polinet, Naylawati Bachtiar mengatakan keberadaan Depo Pertamina Makassar memiliki dampak negatif yang signifikan. Berdasarkan analisis tim riset Polinet, depo tersebut terlalu dekat dengan pemukiman warga, sehingga berpotensi mengancam kesehatan, keselamatan, dan bahkan nyawa mereka.

"Depo Pertamina Makassar tidak memenuhi standar minimum dalam hal jarak dengan pemukiman warga. Selain itu, dampak lingkungan dari keberadaan depo tersebut mencemari udara di sekitarnya, dan beberapa sumber daya yang dimiliki tidak memenuhi standar," kata Naylawati.

Naylawati menuturkan kejadian kebakaran yang terjadi di Depo Pertamina Makassar pada tahun 2009 dan kejadian ledakan di Depo Plumpang baru-baru ini semakin meningkatkan kekhawatiran warga yang tinggal di sekitar depo tersebut.

Aspek sosial juga terpengaruh oleh keberadaan Depo Pertamina Makassar, karena mengganggu hak asasi warga di sekitar depo dan tidak mendapatkan prioritas dalam hal penempatan kerja.

"Depo Pertamina mengancam hak warga sekitar depo untuk merasa aman karena jaraknya yang sangat dekat dengan perumahan warga," ungkap Naylawati.

Selain itu,Nyalawati menyebut terdapat masalah lain yakni ketidakmerataan program Corporate Social Responsibility (CSR) dan kurangnya keterlibatan pemerintah setempat serta kurangnya tindak lanjut atas hasil dialog bersama.

"Dalam hal pengelolaan, program CSR Depo Pertamina dianggap tidak efektif karena distribusinya tidak merata ke masyarakat sekitar depo," tambah Naylawati. (Sas/A)

  • Bagikan

Exit mobile version