Oleh: Rusdi Hidayat Jufri
Ketua Komite Tetap KADIN Sulsel
Tidak ada orang yang mau berlama-lama jika ada hajatannya yang ingin dipenuhi. Contoh orang yang ingin berurusan dengan kantor pemerintah, atau di Bank, atau dimana saja untuk mengurus sesuatu terkait administrasi atau semacamnya, tidak ada orang yang mau ataupun merasa nyaman jika harus antri lama dan berkerumun.
Semua orang ingin cepat dan tepat waktu, serta urusan terfokus pada permasalahan. Sebenarnya dalam agama hal semacam ini termasuk dalam hawa nafsu. Sesuatu yang bisa mendorong seseorang lepas kendali karena ketidak sabaran.
Terkait kesabaran, banyak kisah orang sukses, karena mereka memaksa diri mereka sendiri untuk bersabar menjalani sesuatu yang telah mereka lakukan sejak awal. Banyak godaan dan ajakan untuk berhenti, namun mereka memilih untuk konsisten melangkah sedikit demi sedikit.
Hingga momentumnya tiba, saat itu mereka akan mengalami masa masa percepatan dan lompatan yang membuat mereka berkembang. Kesabaran itu bukan lambat berfikir, atau malas bergerak, justru mereka berfikir dan bergerak secara efisien untuk mengurangi kesalahan yang dapat terjadi. Apalagi jika kesalahan tersebut terjadi berulang-ulang.
Beberapa slogan seperti "time is money", sebenarnya sebuah pepatah yang sangat baik jika bisa membuat seseorang sangat menghargai waktu. Sehingga detik demi detik begitu diperhitungkan dengan baik dan khawatir jika ada yang terabaikan sehingga mereka akan merasa rugi. Perasaan rugi ini ini pun dikaitkan dengan sebagaimana jika mereka kehilangan uang. Kehilangan waktu sama dengan kehilangan uang.
Penghargaan terhadap waktu semuanya menjadi sangat produktif sehingga banyak menghasilkan kerja kerja yang bermanfaat. Namun di sisi lain kesabaran kita dalam melaksanakan sebuah pekerjaan sangat dituntut demi menghasilkan sebuah kerja-kerja yang profesional. Orang yang selalu bekerja tergesa-gesa akan sulit untuk menjaga kualitas hasil pekerjaannya mendekati kesempurnaan yang diharapkan.
Kesabaran dalam melewati proses dan memperhatikan detil-detil dengan baik akan kan menyempurnakan hasil seperti yang kita inginkan sehingga siapapun orang yang berinteraksi dengannya akan merasakan kenyamanan.
Contoh seorang tukang bangunan yang sedang mengecat tembok, jika hanya sekadar memberi warna maka cukup dengan mengulang dua kali pengecatan maka tembok itu sudah terwarnai seperti yang kita inginkan. Namun jika melihat secara teliti maka pasti dia akan menemukan beberapa kontras warna yang belum sama sehingga kurang nyaman jika dipandang mata.
Maka dia perlu mengulangnya 3-4 kali sehingga memastikan betul bahwa tembok tersebut memiliki kontras warna yang sama dan seimbang. Waktu yang digunakan tentu akan berbeda, sehingga butuh kesabaran untuk mengulangnya beberapa kali demi mencapai hasil yang terbaik.
Dalam dunia psikologi, ada istilah hurry sickness. Namun, ini bukan termasuk dalam gangguan kesehatan mental. Pesatnya perkembangan teknologi punya peran signifikan dalam fenomena satu ini. Pada dasarnya, hurry sickness ini adalah rasa menggebu-gebu untuk memanfaatkan setiap detik. Segalanya seakan ingin dituntaskan secepat mungkin.
Banyak faktor yang dapat memicu munculnya kondisi tersebut, salah satu diantaranya adalah keinginan untuk menyelesaikan banyak hal dalam satu waktu secara bersamaan. Kondisi ini juga disebut sebagai multitasking, dan biasanya lebih gampang menyebabkan stres dan kegelisahan.
Terlepas dari kontroversi seputar multitasking, karena banyak juga orang yang sangat mengagumi kemampuan multitasking dan menjadikannya sebagai standar dalam bekerja, namun sebenarnya ini adalah aktivitas yang sangat melelahkan. Seluruh Jiwa dan raga harus bekerja ekstra keras membagi fokus agar semua pekerjaan bisa tuntas di waktu sesingkat mungkin, dengan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.
Sayangnya, banyak orang terjebak dalam kebiasaan tergesa-gesa ini karena ada rasa bangga tersendiri saat berhasil menuntaskan banyak hal. Padahal, tergesa-gesa sama sekali bukan bentuk efisiensi, dan lebih dekat pada kecerobohan. Satu hal kecil namun krusial bisa saja dhoput dalam pantauannya disebabkan kelelahan pikiran untuk fokus.
Selain multitasking, penyebab lain terjadinya hurry sickness adalah perkembangan pesat teknologi. Dengan internet, ponsel pintar, dan perangkat digital cerdas lainnya yang sudah jadi barang tak terpisahkan, lantas seseorang dianggap wajar bahkan wajib bisa mengerjakan banyak hal dalam waktu lebih cepat.
Teknologi yang mampu mendeliver informasi dengan cepat, karena pertarungan yang terjadi di era saat ini adalah pertarungan dalam mendapatkan informasi. Kalau kata pertarungan terkesan didramatisir, kita gunakan kata adu cepat untuk menggambarkan betapa informasi adalah peluang berharga.
Sehingga, bagaimana menyeimbangkan antara kesabaran dan kecepatan, adalah tuntutan yang perlu dilatih sedemikian rupa agar kita tidak kehilangan banyak kesempatan, namun tidak melakukan hal-hal yang sia-sia terlalu sering bahkan berulang-ulang. (*)