MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Partai Amanat Nasional (PAN) optimistis meraih dua kursi di dapil 6 untuk DPRD Sulsel meliputi Maros, Pangkep, Barru dan Parepare.
"Insya Allah, kami sangat optimis bahwa PAN dapat memperoleh 2 kursi di Dapil 6. Para kader PAN yang ikut bertarung cukup banyak melakukan gerakan-gerakan yang positif di masyarakat," kata Ketua PAN Maros, Chaidir Syam, Sabtu (24/6).
Diketahui selama ini basis PAN di Sulsel ada di Maros. Bahkan bupati yang memimpin daerah tersebut merupakan politisi PAN. Maka sangat wajar dirinya optimis akan hal itu.
Menurut Bupati Maros itu, ada beberapa kader handal maju di dapil tersebut. Belum lagi masih berstatus petahana.
"Kami melihat peran penting Anggota Dewan Provinsi, pak Andi Irfan AB. Secara aktif berinteraksi dengan masyarakat, potensi Irfan, akan mendapatkan dukungan suara maksimal, sama seperti caleg lainnya di Maros," ungkapnya.
Selain itu, Chaidir menyebut beberapa caleg potensial juga akan membantu dalam meraih suara, agar target 2 kursi tersebut tercapai. Di Maros khususnya, PAN akan melakukan upaya maksimal agar jumlah kader yang duduk dapat bertambah.
"Sehingga PAN bisa kembali meraih kursi pimpinan di parlemen dewan Sulawesi Selatan. Kami berharap para kader PAN dapat meraih hasil yang di targetkan pada pemilu legislatif kali ini," harapnya.
Sedangkan, Direktur Lembaga Kajian Isu-isu Strategis (LKIS) Syaifuddin, mengatakan ada pertarungan yang leluasa, hal ini tidak mencalonkannya dua pimpinan DPRD Sulsel, Andi Ina dan Ulla di dapil tersebut.
"Ini akan membuat ruang kontekstasi semakin besar dan luas. Walaupun masih ada petahana yang masih di dapil tersebut," katanya.
Lanjut dia, sehingga pendatang baru paling tidak memperebutkan suara dari kedua patahana yang tak lagi manu di dapil tersebut. Namun pemilu 2024 akan berbeda dengan pemilu 2019 yang lalu.
"Maka para pendatang baru juga minimal memiliki elektabilitas, aksesbilitas yang baik sehingga dapat menderek suara. Inovasi juga penting dalam rangka mempengaruhi publik, termasuk gagasan visi, misi," tuturnya.
Mantan aktivis 98 itu menilai, bagi pendatang baru minimal harua unggul di gagasan sebab politik tak cukup dengan orientasi kekuasaan tetapi setelah duduk apa yang harus dilakukan. Ini tantangan, bukan eforia.
"Kemampuan membaca efort publik adalah ketajaman politisi untuk mendapatkan suara. Tanpa itu panggung akan sepi dari penari," pungkasnya. (Yadi/B)