JAKARTA, RAKYATSULSEL - Anggota Komisi V DPR RI, Hamka B Kady, melayangkan protes terkait Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah, yang pelaksanaannya mulai Juli 2023 ini.
Dalam Inpres ini, disebutkan akan digelontorkan anggaran sebesar Rp14,9 triliun dari total anggaran tahun ini sebesar Rp32,79 triliun untuk perbaikan jalan di Lampung, Jambi, dan Sumatera Utara.
Diketahui, Inpres ini lahir setelah kondisi jalan di daerah tersebut viral di sosial media, lalu dikunjungi oleh Presiden Jokowi.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi V DPR RI dengan Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR, Hamka B Kady mengatakan, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 yang mengatur tentang pembangunan jalan, merupakan kewenangan penuh Kementrian PUPR. Sehingga, munculnya Inpres Nomor 3 tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah, menggunakan pembiayaan dari Kementrian Keuangan (Kemenkeu), menimbulkan persoalan.
"Kemenkeu indikatornya masalah fiskal. Kenapa Jambi dan Lampung fiskalnya bagus, kok diberi anggaran untuk memperbaiki (jalan rusak) itu dengan Inpres. Kan ada hal yang tidak adil. Lagipula, munculnya jalan rusak yang kemudian viral ini, karena kehadiran Presiden Jokowi. Ini menyebabkan seluruh Indonesia mengatakan saya punya daerah harus dibantu juga," terang Hamka B Kady, Selasa, 4 Juli 2023.
Anggota DPR RI dari Dapil Sulsel I ini mengungkapkan, berdasarkan data BPS, ada 170 ribu kilometer jalan rusak di seluruh Indonesia, yang harus diperbaiki dengan mengacu pada UU No 2 Tahun 2022 ini. Karena itu, perbaikan jalan harus dilakukan secara adil.
"Hak pelaksanaan UU No 2 Tahun 2022 ini ada di Kementrian PUPR. Tidak ada alasan untuk kita menyerah memperjuangkan 170 ribu kilometer jalan yang rusak. Semua harus masuk. Lampung kenapa harus dikasi Rp800 miliar melalui Inpres? Kenapa yang lain tidak? Dengan adanya Inpres ini, semua mengajukan," ungkapnya.
Hamka B Kady berharap, pemerintah pusat harus bijak menyikapi ini. Jangan sampai timbul masalah atau timbul ketidakadilan dan perlakuan yang tidak adil bagi daerah yang membutuhkan.
"Undang-undang ini lahir karena keinginan kita. Dengan pemikiran, masih banyak daerah yang tidak mampu melaksanakan pembangunan jalan dengan baik. Jangan sampai timbul ketidakadilan dalam pelaksanaan Undang-undang No 2 Tahun 2022 ini, dengan adanya Inpres yang sudah berlaku sekarang," pungkasnya. (*)