Koordinator Divisi Gender, Anak, dan Kelompok Marginal AJI Kota Makassar itu juga menjelaskan, di luar dari laporan polisi masih terdapat banyak kasus kekerasan seksual yang tidak dilaporkan oleh korban, utamanya perempuan.
Hal tersebut dipicu dengan sejumlah faktor atau pertimbangan, salah satunya nama baik keluarga akan tercemar sebab menganggap kekerasan seksual yang dialaminya adalah aib.
"Kasus kekerasan seksual tidak bisa disejajarkan dengan kasus kriminal lainnya. Yang korbannya bisa leluasa melaporkan kasus yang dialaminya ke polisi. Ada banyak pertimbangan, kenapa perempuan urung melaporkan kasusnya. Faktor nama baik keluarga dan lainnya. Bahkan tidak sedikit korban yang melaporkan kasusnya, malah disalahkan oleh masyarakat, karena dianggap korbanlah yang memancing pelaku dengan bertingkah genit dan berpakaian seksi, sehingga pelaku menjadi terpancing untuk berbuat kekerasan seksual," sebut Rahma.
"Belum lagi di pihak kepolisian. Kadang ketika perempuan melaporkan (kasus yang dialaminya), yang ditanya adalah pakai baju apa, pulang jam berapa. Pola pikir yang tidak berpihak kepada korban itulah yang menjadi pertimbangan kasus-kasus kekerasan seksual banyak tidak dilaporkan oleh korban," sambungnya.
Berdasarkan rangkuman Rakyat Sulsel, kasus kekerasan seksual yang terakhir ditangani Polrestabes Makassar dan masih sementara berproses yaitu seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Makassar dilaporkan ke polisi karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang guru honorer. Kejadian ini terjadi di salah satu SMK di Makassar. (Isak/B)