"Tidak pernah ada land usse (penggunaan lahan) industri itu di Manggala. Jadi kalau ada yang mengaku ahli bahwa di situ (Manggala) cocok, itu ahli jadi-jadian namanya," tukas Danny.
Adanya riak-riak di lapangan dengan proyeksi tempat ini disebut Danny sebagai permainan politik oleh oknum tertentu. Apalagi ketiga konsorsium asal Tiongkok tersebut juga tengah bersaing.
"Itu politik itu. Mereka bersaing. Tegak lurus sama hukum saja. Jadi tata ruang industri dan pergudangan di situ," jelasnya.
Soal progres lelangnya, Danny menegaskan tidak akan pernah bertandatangan dengan Surat Keputusan (SK) lelang, kendati proyek ini merupakan instruksi langsung dari pusat, sampai rekomendasi dari para Aparat Penegak Hukum (APH) ini terbit.
Sebagaimana diketahui APH sempat dilibatkan dalam pelaksanaan lelang tersebut. Namun Danny mengatakan ini membutukan bukti tertulis.
Dia mengaku tidak ingin kembali berkasus sebagaimana kasus PDAM beberapa waktu lalu.
"Biarmi (terlambat), demi keselamatan anu, siapa yang mau lindungi kita. Jadi bulan-bulanan politik. Kita ini mau buat baik," tegasnya.
Tanggapan Danny itu merespons pernyataan Pakar Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Anwar Daud sebelumnya yang melihat beberapa persoalan yang akan dihadapi oleh pemerintah dengan rencana ini.
Pertama kata dia, lokasi yang akan dibangun di luar kawasan TPA dinilai akan banyak menimbulkan kisruh sosial. Seperti masalah amdal dan amdalalin.