MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Don’t Take My Home adalah sebuah film bergenre horor yang digarap berdasar pada tindak kekerasan yang dialami seorang perempuan paruh baya yang mati tragis akibat penganiayaan yang dilakukan oleh suaminya yang usianya terpaut jauh.
Pada peran itu, perempuan baruh baya itu memiliki keterpautan usia yang jauh dengan suami adalah seorang pemuda keluyuran yang hanya menumpang hidup pada istirinya.
Digarap dengan durasi 17 menit, film tersebut telah akan tayang dan diperlombakan pada Festival Film Pendek Makassar.
Perwakilan dari Hartati Production yang juga sebagai editor pada film tersebut, Hary, menceritakan beberapa dinamika pada proses penggarapan film tersebut cukup kompleks.
Kata dia, suatu kejadian mistis terjadi memicu beberapa kejadian lainnya sehingga menyebabkan kendala pada proses penggarapan, yang bahkan salah satu pemeran dalam film garapannya itu tak ingin melanjutkan proses syuting.
“Saya sempat ribut, (dengan tim produksi, red), karena sudah tidak mau lagi untuk syuting. Akhirnya dengan beberapa diskusi dan bujuk rayu akhirnya tim dapat kembali melakukan syuting,” jelasnya saat bertandang bersama kru dan pemain Don’t Take My Home, di Kantor Harian Rakyat Sulsel, Jalan Sultan Alauddin, Selasa (25/7).
Ia melanjutkan, waktu penggarapan film itu dilakukan perubahan untuk menghindari kejadian mistis kembali terjadi, bahkan itu penyelesaiannya kurang dari 24 jam.
“Pokoknya besok hari selesai dari pagi sampai jam sembilan malam, supaya tidak terjadi lagi (kejadian horor), akhirnya kita gas, 12 skenario selesai,” jelasnya.
Lanjut, lebih jauh hary mengatakan sebuah harapan jika film tersebut nantinya dapat disajikan pada garapan layar lebar, dan tentu sajian akan ditampilkan lebih apik lagi untuk karya yang lebih sempurna lagi.
Sekedar informasi, cuplikan dari film tersebut dalam di akses melalui instagram pt_hartati_production. (Abu/B)