TAKALAR, RAKYATSULSEL. -Aturan yang melarang jual beli seragam nyatanya hingga saat ini masih urung sepenuhnya dihiraukan oleh pihak sekolah. Seperti yang terjadi di sejumlah sekolah tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Rakyat Sulsel, sekolah yang diduga mewajibkan peserta didik barunya membeli seragam dan atribut sekolah tersebut di antaranya UPT SMA Negeri 2 Takalar.
Salah seorang orang tua siswa UPT SMA 2 Takalar bernisial I mengeluhkan pungutan atau biaya pembelian seragam sekolah yang relatif mahal yang disediakan koperasi sekolah tersebut.
“Seragam sekolah itu antara lain, baju olahraga satu pasang, baju batik satu lembar, nilainya Rp 400 ribu. Harusnya tidak ada lagi pembelian baju seragam di sekolah karena tidak semua orang tua siswa mampu dari segi finansial untuk membeli seragam,” katanya saat dikonfirmasi Rakyat Sulsel, Rabu (26/7/2023).
Menanggapi hal itu, ketua DPW Lembaga Anti Korupsi dan Kekerasan Hak Asasi Manusia (Lankoras-Ham) Sulsel, Adi Nusaid Rasyid menegaskan, larangan penjualan seragam di sekolah sudah jelas diatur dalam Pasal 181 dan Pasal 198 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
"Intinya, pendidik dan tenaga kependidikan dilarang untuk menjual seragam ataupun bahan seragam. Demikian juga dewan pendidikan dan komite sekolah atau madrasah," kata dia.
Kemudian dalam Pasal 12 ayat (1) Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang pakaian seragam sekolah bagi peserta didik jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah menyebutkan, pengadaan pakaian seragam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua murid.
Artinya pengadaan pakaian seragam bukan tanggung jawab sekolah atau madrasah, peran sekolah dapat membantu pengadaan sebagaimana yang disebutkan Pasal 12 ayat (2) Permendikbud 50 Tahun 2022 yang menyebutkan, Pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah, dan masyarakat sesuai dengan kewenangannya dapat membantu pengadaan pakaian seragam sekolah dan pakaian adat bagi peserta didik dengan memprioritaskan peserta didik yang kurang mampu secara ekonomi.
"Artinya di sini bukan menjual apalagi mewajibkan membeli di sekolah dan menjadikan pembelian seragam di sekolah sebagai persyaratan daftar ulang. Justru sebaliknya, pihak sekolah membantu pengadaan bagi peserta didik yang tidak mampu. Dalam Pasal 13 Permendikbud 50 Tahun 2022 menyebutkan, dalam pengadaan pakaian seragam sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, sekolah tidak boleh mengatur kewajiban dan atau memberikan pembebanan kepada orang tua atau wali peserta didik untuk membeli pakaian seragam sekolah baru pada setiap kenaikan kelas dan atau penerimaan peserta didik baru,” pungkas Adi Nusaid Rasyid.
Sementara, Sekretaris komite UPT SMA Negeri 2 Takalar, Abdul Karim membantah tuduhan tersebut, dia mengatakan tidak mewajibkan peserta didik baru untuk membeli seragam di sekolah UPT SMA Negeri Takalar.
“Bukan mewajibkan, kantin kejujuran sekedar menyediakan adapaun tergantung orang tua siswa mau dia belikan atau tidak bukanlah persyaratan mutlat tapi sesuai keinginan,” jelas Abdul Karim. (Adhy)