Selain itu, Dosen Puskapol UI Hurriyah secara spesifik menyampaikan pentingnya memahami diri, hal ini tidak hanya sebagai voters, tetapi juga sebagai demos.
"Sebagai voters, kita menggunakan hak pilih untuk memilih pemimpin, sedangkan sebagai demos, kita adalah rakyat yang memiliki kewajiban untuk mengawasi praktik kekuasaan yang terbentuk akibat penggunaan hak pilih tersebut," ujar Hurriyah.
Selain itu, Hurriyah juga menyampaikan tantangan anak muda dalam berpartisipasi sebagai aktor dalam politik formal. Kata dia, struktur politik di Indonesia saat ini bersifat tidak inklusif dan koruptif.
"Sehingga orang-orang yang memiliki banyak modal berpotensi lebih besar untuk terlibat dalam politik yang berbiaya tinggi tersebut. Belum lagi mengingat bahwa partai politik merupakan institusi demokrasi yang paling tidak demokratis," tuturnya.
Pembicara lainya yakni Phillips J. Vermonte dari CSIS juga menyampaikan bahwa bukan hanya pada saat pemilu, partisipasi politik seharusnya dilakukan in between elections, atau di antara rentang satu pemilu ke pemilu berikutnya terus berlangsung.
Selain itu, Phillips juga menyampaikan bahwa bukan berarti anak muda apatis, tetapi medan pertarungan anak muda saat ini sudah berubah, tidak lagi seperti yg dibayangkan generasi tua.
"Banyak inisiatif dan gerakan-gerakan kreatif yang saat ini dibangun anak muda. Hal ini memperlihatkan bahwa anak muda punya cara sendiri untuk menyelesaikan permasalahan politik, sebagi contoh platform Kawal Pemilu yang diinisiasi oleh sekelompok anak muda untuk menjawab kesimpangsiuran quick count di Pemilu 2014 lalu," katanya.
Seminar "Anak Muda untuk Politik" yang diselenggarakan Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia bekerja sama dengan Puskapol UI. Kegiatan ini menghadirkan 140 mahasiswa dari 25 kampus dari berbagai daerah di Indonesia. (fajar online)