MAKASSAR, RAKYATSULSEL — Tudingan pedas tapi tak mendasar serta menjadi indikasi pembohongan publik yang dilayangkan anggota DPRD Sulsel yang juga politisi Demokrat Ni’matullah, yang menyebutkan bahwa Pemprov Sulsel selama di bawah kepemimpinan Andi Sudirman Sulaiman memiliki utang yang tergolong banyak, yakni Rp1,2 triliun. Ternyata, pernyataan ini tidaklah benar.
Begini faktanya. Informasi yang dihimpun ternyata, akumulasi dari utang tersebut bukan nominal yang dipinjam secara tunai untuk kemudian digunakan dan selanjutnya menjadi utang.
Tapi nilai tersebut adalah nilai yang muncul dari Dana Bagi Hasil (DBH) kabupaten kota yang tidak dapat dikategorikan utang menurut ketentuan dan lagi pula bukan pada tahun kepemimpinan Andi Sudirman Sulaiman itu ada, tapi dari tahun tahun sebelumnya.
Namun, saat Andi Sudirman menjabat sebagai Gubernur Sulsel 2022-2023, ini menjadi komitmennya untuk membayar utang DBH dan saat ini sudah berkurang.
“Soal utang, tidak pernah pak Gub membuat kebijakan meminjam uang selama menjabat gubernur, karena itu mesti persetujuan DPRD. Justru Ni'matullah yang termasuk menyetujui utang PEN sebelum Andi Sudirman Sulaiman menjabat Gubernur. Jadi itu warisan,” ujar Kepala Bidang Perencanaan Anggaran pada BKAD Sulsel, Bobi, Minggu (6/8/20223) di Makassar.
“Justru pak Gub berhasil menurunkan utang warisan dari Rp2 triliun dari tahun ke tahun,” tambahnya.
Soal DBH kabupaten kota yang merupakan kewajiban Pemprov Sulsel tersebut, justru di masa kepemimpinan Andi Sudirman Sulaiman itu mulai terbayar ke kabupaten/ kota dan meningkat.
Jika tidak ada penegasan Andi Sudirman Sulaiman untuk membayarkan DBH kabupaten/kota, lanjutnya, maka utang yang terakumulasi tersebut diyakini akan bertambah besar dibanding saat ini.
"Jadi hutang saat ini Rp100 M, namun itu belum bisa dibayarkan karena perlu diaudit dan kebanyakan karena proyek yang butuh audit khusus fisik dan hati-hati sebelum dibayar" tuturnya.
Lantas, soal utang dari sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) itu belum bisa dibayarkan, karena belum melalui audit lanjutan setelah dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) oleh APIP terkait realnya karena luncuran.
Selanjutnya dana PEN yang disebutkan oleh DPRD Sulsel, itu sudah ada sebelum Andi Sudirman Sulaiman menjabat sebagai Gubernur Sulsel. Kendati demikian, meski tergolong jangka panjang itu akan menjadi kewajiban Pemprov Sulsel untuk menyelesaikannya.
Prinsipnya, utang tercatat tersebut bukan pinjaman atas inisiatif Andi Sudirman Sulaiman, tapi itu adalah utang yang bersifat warisan yang progresif harus dituntaskan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Di tempat terpisah, salah seorang pejabat BKAD yang tidak diingin disebutkan namanya, mengungkapkan bahwa yang perlu dipertanyakan adalah anggaran pokok pikiran (pokir) Ni'matullah yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, dan membebani APBD sehingga dinilainya Ketua Demokrat Sulsel tersebut tidak peka, meski terjadi resesi global dan upaya efesiensi.
"Mungkin dia belum bisa bedakan mana utang PEN yang dia pelaku yang menyetujui dan mana DBH, yang bukan merupakan kategori utang juga dia menyetujui meski tidak cukup dianggarkan. Dan jelas itu adalah warisan yang justru sudah berkurang dimasa Andi Sudirman Sulaiman. Utang itu atas persetujuan Ni'matullah juga sebagai Pimpinan DPRD sebelum Andi Sudirman Sulaiman menjabat. Yang perlu sekarang ditelisik justru anggaran pokir pak Ni'matullah ini kategori meningkat membebani APBD saat kondisi Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Harusnya dia sadar dan peka," tandasnya. (*)