MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Penetapan hukuman terhadap pelaku pelecehan terhadap wanita berinisial C (17) penyandang difabel mesti segera dilakukan. Hal itu merupakan salah satu upaya untuk memberikan efek jera dan pelajaran masyarakat terhadap tindakan tak senonoh tersebut.
Diketahui, Pria berinisal HR (31) di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel) tega memperkosa tetangganya wanita berinisial C (17), yang diketahui korban adalah penyandang difabel.
Kabid PPPA Dinas P3A Dalduk KB Sulsel, Meisy Papayungan menegaskan, proses hukum yang dilakukan dengan cepat terhadap para pelaku pelecehan tentu merupakan suatu bentuk perhatian terhadap pencegahan pelecehan seksual diwaktu yang akan datang.
Kata dia, jika merujuk pada waktu pelaporan pertama dari keluarga korban pelecehan, itu sudah memasuki bulan ke-enam dari segala rangkaian dan tahapan yang dilalui untuk menuju ke fase penetapan hukuman melalui persidangan.
Ia menyampaikan, kasus kekerasan seksual (rudapaksa ) keluarga korban membuat pengaduan langsung ke UPT PPA Provinsi Sulawesi Selatan, teregistrasi pada tanggal 1 Februari 2023 dan dilakukan pendampingan bersama dengan UPT PPA Kabupaten Gowa dalam memberikan perlindungan dan memenuhi kebutuhan korban dalam memberikan pelayanan pendampingan hukum, pemeriksaan psikolog dan pemeriksaan kesehatan.
Meisy melanjutkan, Berdasarkan hasil koordinasi pendamping dengan penyidik yang menangani LP/B/93/II/2023/SPKT/POLRES GOWA/POLDA SULAWESI SELATAN telah di nyatakan P21 tahap 2, oleh penyidik pada tanggal 27 Juli 2023 .
“Proses hukum yang begitu panjang, akhirnya masuk ke tahap pelimpahan di Kejaksaan dan saat ini menjadi kewenangan Kejaksaan untuk memasuki ranah persidangan,” kata Meisy..
“Memakan waktu berbulan-bulan untuk membuktikan perkara tersebut yang dipimpin langsung oleh pak kasat Reskrim Polres Gowa AKP Bahtiar,” paparnya.
Ia mengutarakan, jadwal persidangan telah ditetapkan oleh pihak Kejaksaan Negeri Gowa pada 22 Agustus mendatang dengan agenda pembacaan dakwaan juga telah dijadwalkan. Harapannya dakwaan yang diberikan kepada pelaku harus setimpal.
Bahkan kata dia, kasus tersebut perlu pengawalan bersama dari semua pemerhati kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, terlebih keterlibatan pemerintah terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak, yang perlu menjadi perhatian lebih korban merupakan penyandang disabilitas.
“Kami berharap selama proses sidang berjalan, korban mendapatkan perlindungan keamanan dan kejaksaan negeri memberikan tuntutan hukum kepada pelaku dengan maksimal ancaman hukuman berdasarkan undang-undang perlindungan anak,” ucapnya.
"Kekerasan seksual apalagi korbannya anak disabilitas intelektual miris jika dilakukan Restoratif Justice," pungkasnya. (Abu/B)