MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel), dinilai keliru dalam menerapkan pasal terhadap terdakwa Gazali Mahmud atas kasus dugaan Korupsi Penyimpangan Penetapan Harga Jual Tambang Pasir Laut tahun 2020 di Galesong, Kabupaten Takalar.
Pernyataan tersebut disampaikan kuasa hukum Gazali Mahmud, M Saleh Baso dalam sidang lanjutan kasus ini, dengan agenda Pembacaan Nota Pembelaan atau Pledoi dari terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi Makassar, Senin sore (21/8/2023).
Dalam sidang, M Saleh Baso menilai dakwaan dan tuntutan JPU Kejati Sulsel terhadap terdakwa Gazali Mahmud yang menyebut secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang -undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan Dakwaan Subsidair Pasal 3 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Ayat (1) Undang -Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. 55 Ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 65 ayat (1)ke-1 KUHP, adalah keliru.
"Menyatakan terdakwa Gazali Mahmud tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar M Saleh Baso saat membacakan Nota Pembelaan kliennya.
Selain itu, dalam Nota Pembelaan tersebut juga disampaikan agar terdakwa Gazali Mahmud dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan hukum (vrij spraak) atau setidak-tidaknya menyatakan terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum alias Ontslag van alle rechtsvervolging.
"Ketiga memulihkan nama baik harkat dan martabat terdakwa sebagaimana semula, meminta untuk mengeluarkan terdakwa dari tahanan Rutan/Lapas Kelas 1 Makassar, dan kelima membebankan biaya perkara kepada negara," sebutnya.
Lanjut, M Saleh Baso menjelaskan, pada Pasal 2 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang jadi dasar tuntutan JPU Kejati Sulsel dianggap tidak terbukti selama persidangan.
"Pasal 2 yang dituntut JPU sesungguhnya tidak terbukti, karena setiap orang di pasal 2 itu secara general, jadi dia tidak bersifat khusus. Harusnya kan kalau seorang (terdakwa) ASN itu mesti harus dikenakan pasal 3, karena dia di situ khusus, spesialis. Apabila ada dua pasal yang diperhadapkan secara bersamaan maka yang harus digunakan adalah pasal khusus, nah pasal khusus itu adalah pasal 3," terangnya.
Tapi jika Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yang diterapkan, M Saleh Baso menyebut itu juga harus dibuktikan di muka sidang.
"Ketika diterapkan pasal 3 itu kan harus dibuktikan juga seperti apa, apakah terpenuhi juga unsur pasal 3nya. Kalau tidak terpenuhi unsur di pasal 3 maka putusannya harus bebas," sebutnya.
Sementara, JPU Kejati Sulsel yang diberikan kesempatan oleh Majelis Hakim untuk menanggapi Nota Pembelaan terdakwa Gazali Mahmud meminta waktu satu Minggu untuk menyusun jawabannya.
"Kami minta waktu satu minggu Yang Muliah," singkat JPU Kejati Sulsel. (Isak/B)