MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan seperti sekolah dan kampus.
Hal ini direspon positif oleh KPU dan akan dijalankan sesuai dengan amae putusan tersebut. Dimana KPU sebagai penyelenggara pemilu akan menindaklanjuti apa yang akan menjadi putusan MK.
"Ini adalah putusan hukum maka harus dijalankan. Jadi, bisa kutip amar Putusan MK dengan nomor 65/PU-XXI/2023. Itu berlaku semua. peserta pemilu (caleg, capres, kacada) melakukan soaialisasi di tempat disebutkan," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik kepada wartaqan Rakyat Sulsel, lewat via telephone, Selasa (22/8/2023).
Dalam amar putusannya, MK menyatakan, bagian Penjelasan itu tidak berkekuatan hukum mengikat karena menciptakan ambiguitas. Jika pengecualian itu diperlukan, maka seharusnya ia tidak diletakkan di bagian penjelasan. Sebagai gantinya, pengecualian itu dimasukkan ke norma pokok Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu, kecuali frasa tempat ibadah.
"Sehingga Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu selengkapnya berbunyi, '(peserta pemilu dilarang, red.) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu," bunyi putusan itu.
Dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa pengecualian tersebut sudah diatur sejak UU Pemilu terdahulu. Lantas, mengapa tempat ibadah tetap tidak diberikan pengecualian sebagai tempat kampanye meski atas undangan pengelola dan tanpa atribut kampanye.
Dengan begitu, KPU RI, akan segera merevisi Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu. Hal ini karena MK menerbitkan putusan terbaru yang pada intinya mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan dengan beberapa syarat.
Menurut Idham, putusan MK No 65/PU-XXI/2023 menegaskan tentang pasal 280 ayat 1 H Dalam udang-undang Nomor 7 tahun 2017 yang di mana ada pengecualian terhadap fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan.
"Jika ada peserta pemilu yang datang ke sana itu harus tanpa atribut kampanye. Jadi, boleh sosialisasi tapi, ada pengecualian tadi," jelasnya.
Dijelaskan, hal ini sebenernya dalam penjelasan pasal 280 ayat 1 H, UU nomor 7 2017 itu sudah dijelaskan dalam penjelasan tersebut.
"MK mempertegas apa yang dalam penjelasan norma tersebut yang di masukkan ke dalam batang tubuh itu," tukasnya.
Diketahui, aturan PKPU sebelumnya, ketentuan kampanye di dalam Pasal 280 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang melarang kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan tanpa syarat.
Pasal itulah yang belakangan direvisi MK dalam putusannya. Idham mengklaim, KPU akan melibatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan meminta masukan publik. Setelah draf revisi rampung, sebagaimana prosedur perbaikan peraturan, KPU akan berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah sebelum mengundangkan revisinya.
Pengamat Demokrasi, Nurmal Idrus menilai bahwa memang agak riskan dengan aturan itu. Mestinya KPU mengurusi saja persiapan pemilu yang rumit ini dan tak perlu lagi.
"Karena memperumit dirinya dengan membuat aturan yang berpotensi menciptakan polemik. Ini aturan yang bisa menempatkan KPU dan Bawaslu pada posisi yang sulit," tegasnya, secara singkat. (Yadi/B)