MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komoditas tanaman padi di sembilan wilayah kabupaten dan Kota di Sulsel mulai terdampak El-Nino, dan saat ini telah memasuki Zona Kuning, alias patut diwaspadai dan diantisipasi.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo membagi wilayah pertanian di Indonesia ke dalam 3 zona. Yang mengacu pada tingkat dampak yang ditimbulkan fenomena El Nino di lokasi tersebut.
"Pembagian zona terutama dalam menghadapi cuaca ekstrem El Nino atau musim kering panjang yang diperkirakan berlangsung hingga September mendatang. Zona pertama adalah zona merah yang berstatus defisit, zona kedua adalah zona kuning yang memiliki sumber air cukup. Dan, terakhir zona hijau yang memiliki air melimpah atau dalam kata lain zona yang harus di-booster (diperkuat)," jelasnya.
Kepala Dinas TPH-Bun Sulsel, Imran Jauzi mengatakan, untuk komoditas padi pada sembilan wilayah itu di mulai dari Kota Makassar dengan tingkat kekeringan ringan seluas lima Hektar.
Kabupaten Maros memiliki kekeringan ringan sebanyak 129 hektar, kekeringan sedang 72 hektar dan kekeringan berat 34 hektar, dinyatakan puso (gagal panen) 154 hektar dan jumlah yang terdampak itu seluas 389 hektar. serta dinyatakan pulih seluas 215 hektar.
selanjutnya, Kabupaten Pangkep untuk kekeringan tingkat ringan itu seluas 186 hektar, kekeringan sedang itu seluas 80 hektar, kekeringan tingkat berat seluas 4,5 hektar, jumlah keseluruhan yang terdampak 270,5 hekatr dan tidak ada yang dinyatakan Puso. serta dinyatakan pulih seluas 181 hektar.
Untuk Kabupaten Bone, hanya terdapat kekeringan ringan dengan luas 640 hektar. Lalu Kabupaten Soppeng untuk kekeringan tingkat ringan itu seluas 862,75 hektar, kekeringan sedang itu seluas 37.25 hektar, tidak terdapat kekeringan tingkat berat, jumlah keseluruhan yang terdampak 900 hektar dan tidak ada yang dinyatakan Puso. serta dinyatakan pulih seluas 113 hektar.
Kabupaten Wajo, hanya mengalami kekeringan tingkat ringan itu seluas 4.799,5, juga pada kabupaten Bulukumba yang hanya terdapat kekeringan ringan seluas 56 hektar.
Untuk Kabupaten Bantaeng, terdapat kekeringan tingkat ringan itu seluas 386,6 hektar, kekeringan sedang itu seluas 112,25 hektar, kekeringan tingkat berat seluas 7,75 hektar, jumlah keseluruhan yang terdampak 506,6 hektar dan tidak ada yang dinyatakan Puso.
Terkahir di Kabupaten Sidrap, untuk kekeringan tingkat ringan itu seluas 116,04 hektar, kekeringan sedang itu seluas 11 hektar, kekeringan tingkat berat seluas 40,85 hektar, jumlah keseluruhan yang terdampak 167, 89 hektar dan tidak ada yang dinyatakan Puso serta dinyatakan pulih seluas 113,04 hektar.
Ia menyampaikan, sekaitan dengan wilayah yang masuk pada ketegori kuning itu saat ini tengah dilakukan penanganan oleh semua pihak yang terkait, dan beberapa sudah bisa terselamatkan.
“Yang Zona Kuning itu sedang terus dilakukan penanganan,” sebutnya saat dilakukan wawancara di Kantor Gubernur Sulsel, Senin (11/9/20230).
Kata dia, Intevensi pemerintah pada zona kuning itu dilakukan untuk menyelamatkan produksi pangan secara khusus pada komoditas padi.
“Apalagi terdapat yang satu sampai dua minggu lagi untuk panen, itu yang menjadi fokus dan perhatian penuh intervensi,” pungkasnya.
Pimpinan Wilayah Perum Bulog Sulselbar, Muhammad Imron Rosidi menyampaikan, meski saat ini El-Nino mulai dirasakan oleh beberapa wilayah ia mengklaim kesiapan stok beras di Sulsel masih terbilang aman.
“Stok di bulog relatif cukup aman, karena nanti mulai hari ini ada penyaluran bahan pangan (bapang) dan itu sebenarnya tujuannya untuk mengintervensi pasar dan untuk menjaga ketersediaan stok yang ada di pasar. Paling tidak dengan disalurkannya ini sehingga 3 bulan nanti, jadi September, Oktober November paling nggak bisa mengendalikan harga lah,” jelasnya.
Kata dia, Harga dipasaran itu masih bertahan pada kisaran Rp 11.000- Rp 12. 000 dengan harga serapan pada petani atau penggilingan sebesar Rp9.950. Merujuk pada beberapa wilayah yang sudah memasuki zona kuning dan harga serapan pada petani dan penggilingan itu sudah terbilang berat untuk dilakukan penyerapan.
Bahkan kata dia, proses penyerapan itu dilakukan berdasarkan kebutuhan stok dan tidak berlebihan untuk persiapan penyimpanan. Hal itu dilandaskan pada mengantisipasi benturan dengan para pengepul yang bisa memicu ketidakstabilan pasokan yang tentu juga akan menjadi penyebab inflasi.
“Kita di PSU nya sudah berat. Karena harganya di atas HPP. Makannya kita serap lewat jalur komersialnya. Tapi itupun tidak bisa banyak. Karena kalau kita berlomba, sebagai parameter harga oleh pedagang itu, saling tawar menawar ujung-ujungnya inflasi lagi. Makannya kita batasi,” pungkasnya.
Terpisah Pj Gubernur Sulsel, Bahriar Baharuddin menyampaikan, dikumpulkannya para kepala daerah 24 kabupaten dan kota se-Sulsel itu untuk membahas stabilitas pangan sebagai dasar pengendalian inflasi.
Kata dia, sekaitan dengan sembilan wilayah yang sudah masuk pada ketegori zona kuning untuk komoditas padi, masing-masing pemda didorong untuk memaksimalkan penyediaan air sebagai suplai keberlanjutan penyediaan komoditas itu.
Ia melanjutkan, hal itu juga merupakan bagian dari memastikan ketersedian bahan pokok terpenuhi.
“Oleh karenanya Pemprov Sulsel dan Pemerintah Daerah Harus bersinergi untuk menjaga itu, pemda kan lebih mengerti kebutuhan masyarakat dari masing-masing kabupaten dan Kota, Pemprov dan Pemkab maupun Pemkot harus bersinergi,” paparnya.
Ia menuturkan, pertemuan yang dilakukannya hari ini (kemarin) sebagai komuniksi awal untuk terus menjaga stabilitas pangan dan proses menjaga sinergitas program antar pemerintah.
“Karena sudah masuk tahun politik, ada program yang sudah direncanakan harus disesuaikan lagi, saya harus memastikan itu untuk pemenuhan dana Pemilu,” pungkasnya. (Abu/C)