MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memperbaharui PKPU terbaru. Dimana ketentuan itu tertuang dalam draf atau rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang perubahan atas Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum.
Dalam draf berbunyi menyatakan kampanye pemilihan umum di tempat pendidikan hanya boleh berlangsung di perguruan tinggi, seperti universitas, institut, hingga politeknik.
Ketua Divisi Teknis penyelenggara KPU RI, Idham Holik mengatakan, dalam ketentuan draf PKPU terbaru Nomor 15 tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum. Lokasi kampanye hanya di perguruan tinggi.
Lanjut dia, mengutip dalam Pasal 72A ayat (2) PKPU tersebut, tempat pendidikan yang diperbolehkan meliputi gedung serbaguna, halaman, lapangan atau tempat lainnya yang tidak digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.
"Sedangkan untuk tempat pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan perguruan tinggi, yang meliputi universitas, institut, sekolah tinggi (bukan sekolah menengah), politeknik, akademi, dan atau akademisi komunitas, demikian bunyi ayat (3)," jelasnya saat dikonfirmasi, Rabu (13/9/2023).
Sedangkan, di draf PKPU direvisi KPU, Pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.
Menurutnya, kampanye yang tepat di lembaga pendidikan adalah baik. Namun, ia menegaskan jika kampanye tidak boleh mengganggu kegiatan dalam proses pendidikan entah itu belajar mengajar ataupun perkuliahan dan harus sesuai dengan karakter pendidikan yakni mengedepankan karakter intelektual.
Ia menuturkan, KPU telah membahas mengenai hal tersebut di internal dan sudah dimatangkan. Dia mengatakan, pihaknya menegaskan agar kampanye tetap mengutamakan prinsip keadilan.
"Diskusi di internal KPU yang nanti mungkin akan kami matangkan dan kami tuangkan dalam keputusan, KPU tetap berpedoman pada diskusi yang berkembang dan juga kami kepada stakeholders. Kami mengharapkan agar seluruh peserta pemilu bisa tertib, hal ini akan mewujudkan suasana yang baik," harapnya.
Diketahui, pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pembahasan mengenai kampanye di tempat pendidikan riuh perdebatan. Berdasarkan putusan itu, MK melarang total tempat ibadah menjadi tempat kampanye, sedangkan di lembaga pendidikan tidak ikut dilarang total.
Kampanye dapat dilakukan sepanjang tidak membawa atribut kampanye dan diizinkan oleh tuan rumah instansi. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyarankan supaya kampanye tidak usah dilakukan di sekolahan.
Pengamat Politik UIN Alauddin Makassar, Firdaus Muhammad mengatakan selaku akademisi mengapresiasi langkah KPU mmeberikan ruang kepada perguruan tinggi untuk menjadi arena sosialisasi atau kampanye bagi peserta pemilu.
"Kita apresiasi kampanye di kampus, tapi tidak membawa simbol partai. Sebab di kampus itu mahasiswa pemilih potensial. Harus diingat mahasiswa itu pemilih kritis. Jadi dia berhitung memilih siapa yang dia tidak kenal," katanya.
Menurutnya, mahasiswa masuk kategori pemilih tingkat partisipasi juga, karena pemilih milenial itu sampai 52 persen lebih, kalau ini tidak tersentuh dengan baik mulai karena partisipasi rendah.
"Alasan memilih juga tidak, karena tidak mengenal calonnya. Jadi kalau sekarang masuk di kampus bisa juga mencerdaskan dan meningkatkan partisipasi pemilih," jelasnya.
Lanjut dia, jika dilihat juga resikonya, potensi terjadi polarisasi bisa ada intrik yang dimainkan oleh politisi. Jadi tetap menjaga netralitas.
"Makanya harus ada kerjasama KPU dan Bawaslu dalam bentuk pengawasan karena kalau tidak justru bahaya kampus itu karena politik," ungkap mantan Dekan Fakultas Dakwah dan komunikasi UINAM itu. (Suryadi/B)