"Lembaga lembaga tersebut tergabung dalam Forum Penataan Ruang (FPR) sebagai pelaksanaan PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Secara rinci dijelaskan dalam Permen ATR/BPN No. 13 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang,” terang Fadli.
Selain itu, lanjut Fadli, Dokumen RTRW Kabupaten Takalar selalu menjadi dasar pertimbangan hasil rapat FPR yang dilakukan.
"Bahwa setiap kegiatan pembangunan dan pengembangan fisik harus dilakukan sinkronisasi dengan dokumen RTRW. Khusus lahan pertanian, bahwa lahan yang dapat dialih fungsikan misalnya seperti lahan sawah yang sudah tidak produktif, selanjutnya lahan sepanjang koridor jalan nasional, Provinsi dan Kabupaten juga menjadi pertimbangan untuk dapat dialihfungsikan,” tambahnya.
Untuk beberapa lokasi perumahan dan kawasan permukiman, salah satunya seperti pada Perumahan Rachita, Fadli menjelaskan bahwa pada saat pembahasan sidang FPR telah dilakukan kajian dan pertimbangan bahwa lokasi yang dimaksud sudah termasuk bagian dari pengembangan kawasan permukiman.
"Saya tegaskan untuk perumahan Rachita itu clear. Proses yang dilalui sangat panjang. Seluruh aspek regulasi beserta turunannya telah dikaji dan tidak ada yang dilanggar,” pungkas Fadli.
Diberitakan sebelumnya, Lembaga Anti Korupsi dan Kekerasan Hak Asasi Manusia (Lankoras-Ham) Sulsel, mengecam pembangunan perumahan Rachita Indah diatas lahan pertanian produktif di Jalan Badiming Daeng Rani, Kelurahan Sombalabella, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Ketua DPW Lankoras-Ham Sulsel, Adi Nusaid Rasyid mengatakan, belakangan ini banyak lahan pertanian beralih fungsi menjadi perumahan subsidi. Akibatnya, lahan pertanian kian sempit, hal itu jelas berdampak terhadap penurunan produktivitas pertanian sehingga mengancam ketahanan pangan.