Pedagang Pakaian di Pasar Butung Makassar Dukung Pemerintah Tertibkan E-Commerce

  • Bagikan
Pusat Grosir Pasar Butung, Kota Makassar. (foto: Isak Pasa'buan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Aturan baru pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang resmi menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik disambut baik pedang di Kota Makassar. 

Dalam kebijakan Kemendag tersebut ditegaskan, bahwa social commerce (S-Commerce) seperti TikTok, tidak boleh berjualan. Melainkan hanya diperbolehkan untuk melakukan promosi barang dan jasa. Mengingat aplikasi TikTok Shop saat ini dinilai bisa membuat para pegiat UMKM terpinggirkan.

Hal itu dialami salah satu pedagang di Pasar Butung, Kota Makassar, bernama Merli. 

"TikTok shop termasuk Lazada, Shopee itu membunuh sekali kita ini pedagang yang di pasar," ujar Merli saat diwawancara Rakyat Sulsel, Kamis (28/9/2023). 

Merli menuturkan, aplikasi online shop saat ini membuat para kalangan Gen Z lebih memilih untuk bertransaksi di online shop. Hal tersebutlah yang membuat minat masyarakat untuk pergi langsung ke pasar berbelanja menurun. 

"Apalagi itu sudah gratis ongkir, mana sudah harga grosir juga yang ditawarkan (online shop)," terangnya.

Sementara pedang seperti Merli yang sehari-harinya menjual pakaian pria di Pusat grosir Pasar Butung itu mengaku banyak mengeluarkan biaya tambahan. Mulai dari sewa tempat, transportasi, hingga operasional lainnya di pasar.

"Kalau kita di sini (Pasar Butung) kan kita pedagang, sewa tempat, belum lagi bayar gaji karyawan, otomatis kita berdampak sekali," jelasnya.

Bahkan, semenjak sosial commerce beroperasi beberapa tahun terakhir membuat dirinya dan pedagang lain merintih. 

Bahkan penghasilan yang didapatkan saat ini disebut sangat jauh jika dibandingkan sebelum sosial commerce marak.

"Biasanya, tahun-tahun sebelumnya itu biasa sampai Rp30 juta sehari, ada yang sampai Rp50 juta kalau memang lagi banyak pembeli. Tapi sekarang sudah menurun, paling syukur kalau ada Rp3 sampai Rp5 juta sehari," ungkapnya.

Merli yang biasanya berdagang grosir beberapa tahun terakhir mengaku sangat laku, tapi saat ini peminat atau pembeli rata hanya membeli eceran saja. 

"Untuk saat ini kalau ada pembeli kita layani juga eceran. Karena kalau grosiran tidak kaya (seperti) dulu pembelinya," jelasnya.

Untuk itu, dirinya mengaku sangat mendukung pemerintah yang resmi melarang sosial commerce beroperasi. 

"Sangat setuju kalau dilarang, karena kita rugi besar kalau mau bersaing dengan mereka," kuncinya. (Isak/B)

  • Bagikan

Exit mobile version