MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Guru Besar Hukum Pidana Unhas Makassar, Prof Amir Ilyas menilai langkah hukum praperadilan yang diajukan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam kasus dugaan korupsi yang menjeratnya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI sudah tepat.
Mengingat praperadilan sendiri adalah upaya hukum yang disediakan oleh undang- undang untuk mengontrol upaya paksa yang dilakukan pada tahap penyidikan maupun penuntutan.
"Praperadilan ini adalah hak pak SYL dan saya kira sangat layak dia ajukan untuk selanjutnya dia uji di pengadilan dan hukum acara pidana pun mengatur itu dan dibolehkan. Dan saya kira inilah upaya hukum yang paling realistis yang harus dilakukan oleh SYL," kata Prof Amir Ilyas saat diwawancara Rakyat Sulsel, Kamis (12/10/2023).
"Kalau saya sudah tepat, dan langkah ideal untuk SYL, utamanya kalau dia menang bisa membersihkan nama baik dan ini juga warning untuk KPK, untuk tidak seenaknya menetapkan orang menjadi tersangka," sambungnya.
Namun menurut Prof Amir Ilyas, upaya praperadilan yang dilakukan SYL bukan final dari kasus hukum yang menjeratnya. Sebab jika dalam persidangan nantinya gugatan SYL dikabulkan oleh hakim, KPK masih bisa kembali menerbitkan sprindik atau surat perintah penyidikan yang baru terhadap SYL.
Hal tersebut merujuk kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan penyidik dapat kembali menerbitkan surat perintah penyidikan, sehingga penyidikan dapat kembali dilakukan secara ideal dan benar, meskipun praperadilan telah membatalkan status tersangka atas seseorang.
"(Jika gugatan SYL dikabulkan) masih memungkinkan KPK untuk menerbitkan lagi sprindik atau menetapkan lagi tersangka yang baru. Jadi bukan final, tapi setidaknya (SYL) membuktikan ke publik bahwa memang ada yang salah dengan KPK kalau dia menang, ada yang salah dengan KPK dalam proses penetapan tersangka, itu saya kira poinnya yang diambil pak SYL dan teman-teman advokatnya," jelas Prof Amir Ilyas.
Kembali pada kasus yang menjerat SYL, pengamat hukum yang juga kerap dipanggil menjadi saksi ahli dalam kasus pidana itu menyebutkan, dari pengamatannya ada yang salah dalam proses penetapan SYL sebagai tersangka.
Salah satu yang dinilai ganjil dalam penetapan tersangka SYL oleh KPK adalah penerbitan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Prof Amir Ilyas menilai, dalam surat tersebut ada yang salah sebab saat SPDP diterbitkan KPK sudah memuat nama tersangka.
"Kalau menurut KHUP dan putusan MK itu pasal 184, yang pertama paling urgent itu pertama penetapan tersangka harus memiliki dua alat bukti dan calon tersangka harus pernah dipanggil untuk dimintai keterangan. Kedua dan ini memang agak ganjil saya liat ini di SPDP-nya (SYL), surat perintah dimulainya penyidikan itu bersama dengan disebutnya nama disitu bahwa sudah ada tersangka. Mungkin itu bisa menjadi celah atau kita tidak tau apalagi celah yang ada dan bisa diliat oleh pengacara SYL," terangnya.
Sementara untuk surat gugatan praperadilan yang diajukan tim kuasa hukum SYL lebih awal dibandingkan pengumuman secara resmi mengenai penetapan tersangka SYL oleh KPK, menurut Prof Amir Ilyas tidak ada masalah. Sebab SYL diduga lebih awal telah menerima surat penetapan tersangka dirinya dari KPK.
"Mengenai KPK baru umumkan secara resmi kemarin dan lebih duluan mengajukan praperadilan, saya kira tidak ada masalah karena suratnya beliau lebih duluan dapat sebagai tersangka," pungkasnya.
Untuk diketahui, Syahrul Yasin Limpo melalui kuasa hukumnya mengajukan praperadilan ke PN Jaksel.
"Nomor 114/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL. Sah atau tidaknya penetapan tersangka. Pemohon Syahrul Yasin Limpo," kata jubir PN Jaksel, Djuyamto kepada wartawan, Rabu (11/10/2023).
Adapun dalam surat tersebut yang duduk sebagai tergugat adalah KPK. PN Jaksel pun diketahui telah menunjuk hakim tunggal yang mengadili perkara tersebut yaitu Alimin Ribut Sujono. "Sidang pertama Senin, 30 Oktober 2023," ujar Djuyamto.
Gugatan praperadilan itu didaftarkan pada Selasa (10/10/2023). SYL meminta Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprind.Dik/121/DIK.00/01/09/2023 tanggal 26 September 2023 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprind.Dik/122/DIK.00/01/09/2023 tanggal 26 September 2023 yang diterbitkan oleh Termohon adalah tidak sah dan batal demi hukum. (Isak/B)