"Tentu, hanya dengan begitu pemerintahan akan lebih sehat. Perencanaannya tak ugal ugalan, perencanaan pendapatan maupun perencanaan belanja pasti bisa dihitung secara tepat," pungkasnya.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Sulsel, Muzayyin Arif juga mengaku prihatin soal defisit anggaran Rp1,5 triliun. "Ini menandakan kegagalan pemimpin sebelumnya untuk mensejahterakan rakyat," ujarnya.
Salah satu penyebab terjadinya defisit anggaran tersebut, lanjutnya, berasal dari utang Dana Bagi Hasil (DBH) ke daerah yang belum tersalurkan. Di mana utang DBH ini menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun anggaran 2022.
"Ada yang sempat mengemuka ketika pimpinan DPRD menyatakan kita punya utang. Namun kemudian itu coba dibantah (Pemprov), tapi akhirnya ini menjadi kenyataan yang diungkapkan sendiri oleh pemerintah provinsi," kata Muzayyin.
Menurut dia, defisit tersebut merupakan beban dari kepemimpinan masa lalu. Hanya saja Muzayyin enggan berspekulasi lebih jauh mengenai penggunaan anggaran DBH untuk keperluan bersifat fiktif.
"Saya belum tahu, yang jelas ada utang begitu besar yang ditanggung pemerintah provinsi. Itu sampai sekarang menjadi PR (pekerjaan rumah) besar dilakukan penyesuaian perbaikan," ucapnya.
Namun Muzayyin meyakini di bawah kepemimpinan Bahtiar mampu menyelesaikan persoalan tersebut.
Mengingat kapasitas Bahtiar telah teruji sekaligus pejabat eselon 1 di Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Sehingga ia berharap tata kelola APBD Perubahan 2023 dan APBD Pokok 2024 harus lebih baik dari sebelumnya.