JAKARTA, RAKYATSULSEL - Sahabat Ganjar menghormati putusan MK Mahkamah Konstitusi (MK), yang mengabulkan gugatan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yaitu uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Namun, Dewan Penasihat Sahabat Ganjar Fahlesa Munabari menyayangkan putusan tersebut karena bertentangan dengan argumentasi hukum.
Di sisi lain, kata dia, putusan MK sebelumnya di hari yang sama terhadap gugatan dengan Nomor Perkara 29/PUU-XXI/2023 oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang memohon agar batas usia capres-cawapres diturunkan menjadi 35 tahun.
MK berargumen bahwa permohonan batas usia capres-cawapres yang diajukan tersebut adalah ranah pembuat undang-undang dalam hal ini lembaga legislatif (DPR RI), bukan ranah MK.
Maka, jika MK memutuskan batas usia capres-cawapres, maka fleksibilitasnya akan hilang dan berpotensi memicu mengemukanya berbagai permohonan terkait dengan persyaratan minimal batas usia jabatan publik lainnya ke MK.
“Sahabat Ganjar Sangat menyayangkan putusan tersebut karena bertentangan dengan argumentasi hukum putusan MK sebelumnya dalam kurun waktu yang sangat berdekatan di hari yang sama terhadap gugatan PSI,” terang Fahlesa.
Fahlesa menambahkan putusan MK yang mengabulkan permohonan gugatan Almas Tsaqibbirru janggal dan tidak konsisten dengan argumentasi hukum terhadap penolakan gugatan batas usia capres-cawapres yang diajukan PSI.
“Sahabat Ganjar Sejalan dengan pendapat sejumlah hakim MK yang mengemukakan dissenting opinion (pendapat berbeda) seperti Saldi Isra dan Arief Hidayat serta pakar hukum sekaligus Mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, yang berpandangan bahwa penentuan batas spesifik usia capres-cawapres adalah hal teknis (open legal policy) yang sekali lagi bersifat fleksibel dan ditentukan oleh lembaga pembuat undang-undang, bukan ranah konstitusionalitas MK,” imbuh Fahlesa.
Fahlesa tidak menampik bahwa kredibilitas dan integritas MK pasca-putusan tersebut akan dipertanyakan dan dikritisi publik. Pasalnya, putusan itu sangat erat kaitannya dengan sebagian aspirasi politik dewasa ini yang menginginkan seorang kepala daerah berusia di bawah 40 tahun menjadi kandidat cawapres dari capres yang ada saat ini.
“Tidak terbantahkan bahwa putusan MK tersebut akan mendapat banyak pertanyaan dan kritikan publik. Bagaimanapun juga, mayoritas publik menghendaki agar proses politik dan hukum dalam menuju pemilu Februari 2024 dilaksanakan dengan cara-cara yang elok, elegan, dan tidak terkesan memaksakan untuk melanggengkan dinasti politik,” tutup Fahlesa.
Seperti diketahui, pada Senin (16/10) Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yaitu uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Gugatan tersebut dilayangkan oleh Almas Tsaqibbirru yang berisi permohonan bahwa batas usia Capres-Cawapres minimal berusia 40 tahun atau di bawahnya dengan syarat pernah/sedang menjadi menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. (jpnn/fajar)