Guru Besar Hukum Konstitusi Unhas Sebut MK Tak Punya Kewenangan Ubah Redaksi Konstitusi

  • Bagikan
Guru Besar Hukum Konstitusi Unhas, Prof Achmad Ruslan

Menurut Ketua Senat Akademik Fakultas Hukum Unhas ini, yang jadi masalah,sehingga diperluas ke publik. Padahal dalam UU nomor 1 tahun 2012 mengatur tentang pemilihan kepala daerah kemudian diubah UU nomor 10 tahun 2016 itu lebih rendah karena hanya 30 tahun, itu tidak konek di penambahan kalimat MK. 

"Jadi mau dikonek masuk Pilpres dengan ketentuan usia maksimal atau minimal. Jadi kalau mau ubah kalimat redaksi atau tambahkan pernah kepala daerah itu jadi soal. Kan tidak boleh," katanya.

Penambahan norma aturan dalam UU adalah wewenang eksekutif dan legislatif atau DPR dan pemerintah.  Dua lembaga itu mempunyai wewenang membuat dan mengubah UU, sementara MK berwenang menjaga konstitusi.

Dia menegaskan, soal menambahan kalimat atau ketentuan secara teori tidak boleh memang. Karena MK tidak punya kewenagan, MK hanya menguji UU. Bukan merubah ketentuan atau kalimat. 

"Sebagai akademisi melihat putusan MK, itulah saya pertanyanyakan, kenapa hanya kakimat pernah kepala daerah bisa masuk capres atau cawapres," jelasnya.

Ditambahkan, jika diubah harus di lembaga berwenang. Namun, kalimat rasional harus ditabhakan pernah anggota DPR atau DPD. Kalau disebut pernah pengalaman di lembaga negara, bukan hanya kepala daerah tapi DPRD juga. Mereka itu juga dipilih langsung.

"Kalau penambahan ini murni, jangan hanya pengalaman kepalada daerah saja, kalau konsisten maka ditambah pernah juga menjabat sebagai DPR atau DPD karena mereka dipilih lewat pemilihan," tukasnya. (Yadi/B)

  • Bagikan

Exit mobile version