Guru Besar Hukum Konstitusi Unhas Sebut MK Tak Punya Kewenangan Ubah Redaksi Konstitusi

  • Bagikan
Guru Besar Hukum Konstitusi Unhas, Prof Achmad Ruslan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (16/10/2023) yang mengabulkan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menuai sorotan.

Pasalnya, MK mengabulkan sebagian uji materi terhadap UU Pemilu terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A Almas.

Bunyinya menimbang bahwa terhadap norma yang termaktub dalam pasal 169 huruf q Undang-Undang 7/2017 amar putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90/PUU-XXI/2023 a quo menyatakan 'persyaratan menjadi calon presiden dan wapres adalah q: berusia paling rendah 40 tahun', dimaknai menjadi 'persyaratan menjadi capres dan cawapres adalah q 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

Publik pun dihebohkan dengan adanya penambahakan narasi oleh MK yang ditetapkan dan disampaikan lewat sidang. Menanggapi persoalan tersebut Guru besar hukum konstitusi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof. Dr. Achmad Ruslan ,SH.,MH angkat bicara.

"Jadi intinya MK berwenang menguji norma UU. Misalnya, pasal 169 huruf q  batas usia 40 tahun, UU nomor 7 tahun  2017. Tapi tidak berhak merubah ketentuan," ujarnya, saat dimintai tanggapan, Selasa (17/10/2023).

Akademisi fakultas Hukum Unhas itu berpandangan. Itulah yang diuji oleh MK, tenyata menurut MK tidak bertentangan dengan UU dasar. Kalau MK menilai tidak bertentangan belarti tidak masalah.

Hanya masalah itu, didalam putusan itu menambah frasa atau narasi. Padahal dalam norma hukum MK tidak berwenang atau tidak berhak menambah kalimat karena bukan pembuat UU. 

"Putusan terkesan janggal, karena secara teoritis hakim MK tidak boleh menambah kalimat, itu dipersoalkan publik, sedangkan diubah pengecualian pernah atau menjabat kepala daerah bupati atau wali kota. Padahal soal umur dipermasalahkan jadi dalil gugatan," jelas ahli hukum asal Makassar itu. 

  • Bagikan

Exit mobile version