PALOPO, RAKYATSULSEL - Tim satuan tugas (satgas) pengawas BKKBM Provinsi Sulawesi Selatan, Hartati, menyebut Kota Palopo sangat layak mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusat terkait penanganan kasus stunting.
Hanya saja, Hartati menyebut ada beberapa indikator yang tidak dipenuhi Kota Palopo sehingga tahun ini tidak meraih penghargaan dari pemerintah pusat. Padahal dari segi penanganan kasus stunting di Kota Palopo merujuk hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) kota Palopo berada di urutan keenam dalam prevalensi stunting di Sulawesi Selatan.
Sebagai contoh kabupaten Luwu Utara yang menerima penghargaan penurunan stunting sesuai hasil SSGI berada pada urutan 17 tertinggi di Sulsel. Dibandingkan Kota Palopo yang tidak meraih penghargaan berada pada urutan keenam.
"Angka penurunan kasus stunting di Kota Palopo dalam 3 tahun terakhir mengalami penurunan signifikan, sehingga menurut saya sebagai tim satgas pengawas BKKBM Provinsi Sulawesi Selatan, Kota Palopo sangat layak meraih penghargaan," kata Hartati, beberapa waktu lalu.
Hartati menyebut salah satu indikator yang tidak dipenuhi Kota Palopo sehingga Tidak meraih penghargaan penanganan stunting secara terpadu karena kurangnya pengalokasian anggaran dari APBD Kota Palopo.
"Indikator ini, terkait alokasi penganggaran yang minim dari APBD Kota Palopo menyebabkan Kota Palopo tidak meraih penghargaan, disisi lain daerah yang menganggarkan dana yang sangat besar untuk penanganan stunting dinilai memenuhi indikator sehingga meraih penghargaan," katanya.
Adanya alokasi anggaran yang besar melalui APBD untuk penanganan stunting secara terpadu dan menyeluruh dari pemerintah daerah, kata Hartati dinilai pemerintah daerah konsen dalam penanganan stunting.
"Dukungan anggaran dari APBD sangat berarti dan menjadi indikator penilaian suatu daerah dalam penanganan stunting untuk meraih penghargaan," kata Hartati.
Ia mengungkapkan bahwa rata-rata alokasi anggaran APBD Kota Palopo untuk penanganan stunting berada di kisaran Rp500 juta. Daerah lainnya di Indonesia mengalokasikan anggaran melalui APBD untuk penanganan stunting diatas angka Rp2 Miliar, bahkan lebih.
Menurut Hartati, anggaran penanganan stunting itu tidak hanya berasal dari pemerintah pusat, tetapi harus juga ditunjang oleh alokasi anggaran APBD daerah setiap tahun.
"Jadi secara penurunan angka stunting di Kota Palopo yang setiap tahunnya mengalami penurunan yang signifikan angka kasusnya, Kota Palopo sangat layak untuk meraih penghargaan,"
Merujuk data dinas pengendalian penduduk dan KB Kota Palopo tahun 2021 kasus stunting di Kota Palopo terdata 357 kasus dan mengalami penurunan menjadi 344 kasus pada tahun 2022. Untuk tahun 2023 per bulan September, tersisa 288 kasus.
Menurut SSGI ditahun 2021 sebanyak 28,5% turun menjadi 23,8% ditahun 2022. Untuk tahun 2023 dalam proses survey kesehatan Indonesia atau SKI. (*)