MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Ramai beredar kabar yang bilang hubungan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri renggang beberapa waktu belakangan.
Perang terbuka Pemicunya adalah Jokowi disebut-sebut belum sepenuhnya mendukung kader PDIP Ganjar Pranowo sebagai calon presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029.
Bahkan, belakangan nama putra Presiden Jokowi juga Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka telah dideklarasikan oleh partai Pengusung Golkar, dan Gelora. Bahkan PAN agar Gibran menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.
Dengan kondisi ini, tensi hubungan internal PDIP Jokowi dan Megawati diperkirakan akan memuncak pekan ini. Saat dimintai pandangan akademisi. Bagaimana melihat hal ini dimana Ganjar dan Gibran bertarung di Pilpres. Akan kah PDIP solid? Bagaimana melihat peluang kedua figur ini?
Kaitan hal ini, Pengamat Antropologi Politik Unhas Makassar, Dr. Tasrifin Tahara meuturkan, meskipun ini sesuatu yang ambigu antara PDIP dan Jokowi, tetapi dalam kondisi ini justru sangat menyolidkan PDIP.
"Karena loyalitas kader terukur dengan tampilnya Ganjar dan Gibran dalam Pilpres 2024 meskipun Keduanya bisa dipilah dengan usungan PDIP atau pendukung Jokowi atau selama ini dikenal dengan Projo," katanya, Senin (23/10/2023).
Lanjut akademisi Unhas itu. Untuk Partai dan Kader PDIP tetap bersatu cuma agak sedikit terganggu selama ini pendukung Jokowi juga pendukung PDIP, jadi dalam sosialisasi capres nanti akan terjadi polarisasi antara PDIP dan Pendukung Jokowi
"Kesiapan tim di level pemenangan daerah saya kira sudah siap meskipun ada kontestasi di lapangan antara pendukung Ganjar dan Gibran," tuturnya.
Dengan demikian, ia menilai untuk bersatu sangat tidak memungkinkan karena Jokowi sudah menegaskan pilihannya dengan tampilnya Gibran dalam pilpres meskipun selama ini Jokowi identik dengan PDIP, tetapi Gibran lebih penting dalam konteks ini.
"Saya berharap semoga pilpres menjadi momentun dalam menunjukkan demokrasi Indonesia yang berkualitas dan bermartabat," tutupnya. (Yadi/B)