Muhdi Late, Akademisi
RAKYATSULSEL - Pilpres 2024 adalah tahun politik tanpa orang Sulsel. Dapat dipastikan, orang Sulsel akan memilih tanpa perwakilan suku Bugis, Makassar, dan Toraja. Hal ini tentu memberikan kesempatan para pemilih di Sulsel, khususnya orang Bugis dan Makassar akan memilih secara objektif. Artinya, mereka akan memilih sesuai kapasitas paslon yang mereka ketahui.
Subjektivitas memang tidak bisa dipisahkan dengan kedekatan tertentu, seperti kedekatan suku, budaya, atau kedekatan emosional tertentu. Meski demikian, bukan berarti tokoh-tokoh asal Sulsel tidak memiliki jagoan dalam Pilpres 2024. Para politisi yang sudah tergabung dalam parpol, tentu akan mendukung paslon sesuai usungan dan dukungan partai mereka.
Selain itu, kedekatan organisasi juga dapat menjadi perspektif sendiri dalam menentukan pasangan calon presiden. Kedekatan organisasi ini dapat dilihat secara objektif maupun subjektif. Bergantung tingkat kedekatan secara pribadi. Kedekatan secara pribadi diturunkan dari intensitas pertemuan dan perkenalan seseorang dengan kandidat capres atau cawapres.
Namun, harus dilihat dari dua sisi lagi. Intensitas pertemuan dapat melahirkan pemahaman yang mendalam tentang seseorang. Dari sini, akan muncul dukungan karena paham akan kemampuan dan prestasinya. Atau, justru intensitas pertemuan itu membuat seseorang tidak akan memilih seorang kandidat karena pengalaman tidak menyenangkan dari kandidat tersebut.
Seseorang tidak akan mendukung kandidat yang sangat dipahami sepak terjangnya dalam dunia politik karena dianggap tidak kapabel sebagai pemimpin. Lantas dengan perspektif para milenial dalam memilih pasangan calon presiden tahun 2024, jika mereka belum banyak mengenal pasangan calon presiden.
Menurut Erwin Panigoro, dkk. dari Departemen Ilmu Komunikasi Fisip UI, ada empat karakter pemilih milenial yang perlu diketahui, yakni: Doubtfulness, Open minded, Modest, dan Apatethic.