LBH Makassar Dorong Masyarakat Gugat PLN

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Masyarakat di Kota Makassar mulai resah akibat pemadaman listrik bergilir yang hampir setiap hari terjadi dalam beberapa pekan terakhir.

Parahnya, pemadaman atau pemutusan listrik yang dilakukan Perusahan Listrik Negara (PLN) Sulawesi Selatan, Tenggara dan Barat (Sulselrabar) itu terbilang lama, mulai dari tiga hingga empat jam.

Melihat kondisi tersebut, masyarakat ternyata bisa melayangkan protes lewat gugatan hukum terhadap perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut apabila merasa dirugikan.

"Jadi kalau masyarakat merasa dirugikan, itu bisa melakukan upaya gugatan perdata ke pengadilan, di KUHPerdata itu ada instrumen melawan hukum dan mengganti kerugian," ungkap Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Abdul Azis Dumpa, Jumat (3/11/2023).

Abdul Azis menjelaskan, masyarakat bisa menggugat PLN berdasarkan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2019 tentang Ketenagalistrikan. Seperti yang diatur pada Pasal 29 Ayat (1) yang menyebut konsumen berhak mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik dan mendapat ganti rugi apabila pemadaman diakibatkan kelalaian penyedia listrik.

Selain gugat perdata, masyarakat juga disebut bisa menggugat PLN berdasarkan pada Undang-undang Konsumen, Nomor 8 Tahun 1999. Aturan tersebut dikatakan bisa digunakan masyarakat untuk menggugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPJSK).

Lebih jauh, Abdul Azis menyampaikan, jika konsumen dalam hal ini masyarakat menderita kerugian akibat gangguan pelayanan tenaga listrik, maka pelaku usaha yaitu PLN harusnya bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

"Jadi kalau pelaku usaha (PLN) menolak dan atau tidak memberikan tanggapan dan atau tidak penuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, pelaku usaha dapat digugat melalui BPSK atau ke badan peradilan," tutur Abdul Azis.

Dalam masalah ini, pemadaman listrik yang dilakukan PLN dinilai tak adil dengan kerugian atau dampak yang diterima masyarakat, sebab PLN kerap kali langsung melakukan pemutusan listrik apabila ada warga yang terlambat melakukan pembayaran iuran listriknya.

"Jadi seharusnya masyarakat sebagai konsumen juga mendapatkan pelayanan (listrik) yang baik, karena kan mereka sudah membayar tagihan listrik. Kan selama ini kalau ada masyarakat yang terlambat membayar atau tidak, pasti diputus, sementara kalau dipadamkan begini masyarakat tidak dapat apa-apa," terangnya.

Saat ditanyakan, apakah LBH Makassar siap mendampingi masyarakat jika melayangkan gugatan ke pengadilan, Abdul Azis menyebut pihaknya siap mendampingi, khususnya masyarakat miskin yang mengalami dampak dari pemadaman listrik bergilir ini.

"Artinya nanti kita menilai dalam hal skema pendampingan hukum, karena kami ini juga punya keterbatasan jadi kita prioritas kepada masyarakat miskin. Jadi nanti kita lihat ada kelompok rentan akibat pemadaman listrik berulang dan menimbulkan kerugian seperti rumah kebakaran akibat pemadaman listrik ini maka bisa diwakili untuk bisa menuntut kerugian ke pengadilan," kunci Abdul Azis.

Menanggapi hal tersebut, Manager Komunikasi dan TJSL PLN UID Sulselrabar, Ahmad Amirul Syarif yang turut dikonfirmasi mengatakan, pihaknya secara terbuka menghargai seluruh hukum yang berlaku, termasuk komplain masyarakat yang disampaikan lewat gugatan hukum.

"Kami menegaskan bahwa kami patuh dan taat atas perundangan (undang-undang), serta memang kalau ada proses hukum itu (digugat masyarakat) kami mengikuti segala aturan dalam perundangan tersebut," singkat Ahmad Amirul. (Isak/B)

  • Bagikan

Exit mobile version