Penulis: Darussalam Syamsuddin
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Tuhan Sang Pemilik Kasih Sayang kepada seluruh makhluk-Nya. Kasih-Nya tidak bertepi, bahkan manusia sering kali lalai mensyukuri segala nikmat dan karuniaNya. Meskipun manusia silih berganti melakukan hal yang dilarang, namun Allah tetap menyediakan sifat pemaafNya. Al-Afuu (Mahamemaafkan), At-Tawwab (Mahamenerima Taubat), Al-Gafhur dan Al- Gaffar (Mahamengampuni). Semuanya membuktikan bahwa Allah Mahapengasih tak pilih kasih.
Allah dalam Al-Qur'an tidak menggunakan kata “membenci” melainkan kata “la yuhibbu” (tidak mencintai). Adapun yang tidak dicintai Allah dapat berupa orang atau perbuatan. Misalnya: Berlebih-lebihan. Pesan Al-Qur'an: “Wahai Anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak mencintai orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-A’raf/ 7 : 31). Berlebih-lebihan dalam segala hal tidak dicintai Tuhan.
Jalaluddin Rumi bercerita tentang orang yang hanya mengejar makanan dan minuman dalam hidupnya. Dia mengatakan, orang seperti itu hanya taat pada satu perintah Tuhan, yakni makan dan minumlah kamu. Namun tidak taat pada kalimat berikutnya. Alquran menuturkan bahwa suara yang paling jelek di hadapan Allah adalah suara keledai. “Sesungguhnya suara yang paling jelek adalah suara keledai” (QS. Lukman/31 : 19).
Masih menurut Jalaluddin Rumi, yang dimaksud suara yang paling jelek bukanlah yang paling keras suaranya. Ketika Allah menciptakan seluruh makhluk kemudian ruh ditiupkan ke dalam diri mereka, maka hiduplah semuanya. Mereka semua memuji Allah dan bertasbih kepada-Nya.
Hanya keledai saja yang tidak bertasbih, keledai hanya diam saja. Pada kesempatan lain, di saat semua binatang diam, keledai berteriak seorang diri karena lapar. Jalaluddin Rumi melanjutkan bahwa suara yang paling jelek di sisi Allah adalah orang yang hanya bersuara pada saat perutnya lapar, atau dia hanya bersuara ketika membela kepentingan dirinya sendiri.
Gambaran seperti ini banyak kita temukan dalam kehidupan, orang-orang bersuara keras ketika membela kepentingan dirinya sendiri. Namun tidak demikian halnya ketika diperhadapkan pada kepentingan bangsa dan negara, suaranya melemah bahkan tidak kedengaran sama sekali. Inilah suara yang paling buruk hanya lantang memperjuangkan kepentingan sendiri, bahkan mengatasnamakan kepentingan rakyat, padahal untuk kepentingan kelompok, golongan dan semacamnya.
Patut diapresiasi dan didukung bersama pernyataan pemerintah Republik Indonesia yang secara tegas dan lantang di forum Internasional membela, mendukung dan memberi bantuan secara nyata terhadap Palestina yang ingin bebas dari cengkeraman penjajahan dan kebrutalan bangsa Israel yang telah melakukan kejahatan kemanusiaan membunuh anak-anak, perempuan, orang tua, petugas kesehatan dan menghancur berbagai rumah sakit, tempat ibadah dan pemukiman penduduk sipil. Sungguh semuanya menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi.
Kebiadaban yang dipertontonkan secara kasat mata oleh Israel, menyayat dan melukai nilai kemanusiaan siapa pun yang cinta pada kasih sayang dan perdamaian terhadap sesama manusia. Agresivitas bukanlah sifat dasar manusia, melainkan saling mengenal dan bekerja sama merupakan watak dasar manusia, apa pun bangsanya, di mana pun bangsa itu berada, dan kapan pun bangsa itu hidup semuanya terpanggil untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan universal.
Sampai kapan dunia menyaksikan dan bersikap diam terhadap tragedi kemanusiaan yang dilakonkan Israel dan sekutunya. Akankah drama yang mencabik-cabik nilai kemanusiaan ini baru berhenti setelah Gaza rata dengan tanah dan tidak seorang pun dapat bertahan hidup karena dampak perang yang tidak berkesudahan dan tidak pernah kunjung selesai? Ataukah masih tersisa sedikit harapan bahwa kemerdekaan rakyat Palestina sama pastinya dengan terbitnya matahari di ufuk Timur esok, dan kebiadaban Israel akan hancur sama pastinya dengan terbenamnya matahari di ufuk Barat esok. Wallahu A’lam bis-sawab. (*)