MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) menanggapi gugatan seorang warga bernama Ahmad Syaifullah (28) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, mengenai penetapan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang dilakukan KPU RI.
Ahmad Syaifullah menggugat KPU RI ke PTUN Jakarta melalui kantor hukum SHM Law Office dan Partner yakni Muallim Bahar. Gugatan itu berkaitan dengan putusan KPU RI tentang penetapan dokumen persyaratan Capres dan Cawapres, Prabowo-Gibran. Gugatan ke KPU RI itu telah didaftarkan ke PTUN Jakarta, Selasa (14/11/2023) hari ini.
Komisioner KPU RI, Idham Holik yang dikonfirmasi mengenai gugatan tersebut mengatakan, pihaknya sampai saat ini belum mendapatkan materi mengenai gugatan tersebut, sehingga dia belum memberikan banyak tenggapan.
"Mengenai informasi laporan gugatan ke PTUN Jakarta tersebut, KPU RI masih menunggu materi gugatan tersebut untuk didalami dan nanti KPU akan merespon dalam persidangan," ujar Idham Holik saat dikonfirmasi Rakyat Sulsel via WhatsApp, Selasa (14/11/2023).
Idham Holik menjelaskan, jika dalam penyelenggaraan tahapan pencalonan peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) tahun 2024, ada terjadi dugaan sengketa proses, maka rujukan hukumnya adalah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 466 sampai dengan Pasal 472 UU Nomor 7 Tahun 2023.
"Dalam melaksanakan tahapan pencalonan peserta Pilpres ini, KPU harus melaksanakan prinsip berkepastian hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 3 huruf d UU Nomor 7 Tahun 2017 Jo Pasal 6 ayat 3 huruf a Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017," sambungnya.
Sebelumnya, Ahmad Syaifullah diwakili penasihat hukumnya, Muallim Bahar menyampaikan kliennya mengajukan objek gugatan di PTUN Jakarta terkait putusan KPU RI tentang penetapan dokumen persyaratan Capres dan Cawapres, Prabowo-Gibran. Gugatan itupun disebut telah didaftarkan ke PTUN Jakarta, hari ini, Selasa (14/11/2023).
"Jadi petitum yang kami layangkan diantaranya untuk mengabulkan permohonan penundaan yang diajukan penggugat," ujar Muallim Bahar kepada awak media di Makassar.
Muallim Bahar menyebut, pihaknya selaku penggugat memerintahkan kepada tergugat dalam hal ini KPU RI untuk menunda pelaksanaan dan tindakan administrasi lebih lanjut dari keputusan objek sengketa ini.
Sementara untuk pokok perkara, Muallim menuturkan ada lima poin, diantaranya mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Selanjutnya, membatalkan berita acara hasil verifikasi administrasi keputusan KPU RI Nomor: 1589/PL.01.4-BA/05/2023 tentang penetapan dokumen persyaratan Prabowo-Gibran yang telah ditetapkan sebagai Capres dan Cawapres, pada Senin (13/11/2023) kemarin.
"Mewajibkan tergugat dalam hal ini KPU RI untuk mencabut SK KPU RI Nomor: 1589/PL.01.4-BA/05/2023 tentang penetapan dokumen persyaratan Bacapres dan Bacawapres atas nama Prabowo-Gibran yang telah ditetapkan sebagai Capres dan Cawapres. Mewajibkan tergugat untuk menerbitkan objek sengketa baru. Dan terakhir menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara," terangnya.
Lebih jauh, Muallim Bahar menjelaskan, sejumlah alasan kliennya menggugat penetapan pencalonan Prabowo-Gibran ke PTUN Jakarta diantaranya soal masih berlakunya PKPU Nomor 19/2023 tentang pencalonan peserta Pilpres.
Dia juga menilai pencalonan Gibran sebagai Cawapres masih dianggap tidak memenuhi syarat meski sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat umur yang tertuang Pasal 13 ayat (1) huruf q dan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017.
"Bahwa yang ditetapkan oleh KPU RI pada 13 November kemarin, soal memasukkan dokumen atau pendaftaran Prabowo-Gibran sebagai Capres-Cawapres tidak terikat pada PKPU Nomor 23 tahun 2023 tentang perubahan atas PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Tergugat sewajarnya taat dan patuh pada PKPU Nomor 19 Tahun 2023 karena masih berlaku sampai tanggal 3 November 2023," ungkapnya
Adapun terkait putusan MK nomor: 90/PUU-XX/2023 tanggal 16 November 2023, Muallim Bahar mengatakan seharusnya KPU RI masih tetap menggunakan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 untuk mengisi kekosongan hukum hingga keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) atau petunjuk teknis untuk melaksanakan putusan MK. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR mengesahkan PKPU Nomor 23 Tahun 2023.
"Apalagi dalam pengambilan putusan hakim konstitusi dinyatakan ada pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim oleh Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Apalagi hakim ketua Anwar Usman mendapatkan sanksi pemberhentian dari jabatan sebagai Ketua MK," ucap Muallim Bahar.
Tidak hanya itu, Muallim Bahar juga mengungkapkan tentang adanya gugatan Judicial Review ulang Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia).
Muallim Bahar mengkritisi KPU RI yang seharunya tidak tergesa-gesa untuk menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang sebenarnya batas waktu sampai tanggal 25 November 2023.
"Dan telah jelas dalam PKPU, bahwa jadwal penetapan peserta Pemilu Presiden dan wakil presiden itu paling lambat tanggal 25 November. Sekarang baru tanggal 13, harusnya diteliti dengan baik atau paling tidak menunggu putusan MK terkait judicial review PKPU Nomor 23 Tahun 2023," tegasnya.
"Bagi kami (penggugat) secara administrasi ada kekeliruan pada proses ini. Kami anggap melabrak aturan, makanya kami melakukan upaya hukum dalam bentuk gugatan ke PTUN," sambungnya.
Dalam perkara ini, Muallim Bahar juga menegaskan terkait gugatan ke PTUN Jakarta sama sekali tidak ada tendensi apapun terhadap Capres dan Cawapres Prabowo-Gibran. Ia menegaskan gugatan murni untuk menyelamatkan demokrasi di Indonesia. (Isak Pasa'buan/B)