UMP di Sulsel Dinilai Belum Layak, Ribuan Buruh Bakal Gelar Demostrasi

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Ribuan buruh dari sejumlah organisasi buruh di Sulawesi Selatan (Sulsel) bakal menggelar aksi demonstrasi besar-besaran menuntut pemerintah segera melakukan penyesuaian Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulsel untuk tahun 2024.

Aksi demonstrasi ini disebut bakal berlangsung selama dua hari, mulai Senin besok 20 November sampai 21 November 2023. Titik aksi pun dijadwalkan berlangsung di dua titik, yakni di depan Kantor Gubernur Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo dan di depan Rumah Jabatan (Rujab) Gubernur Sulsel, di Jalan Sungai Tangka, Kota Makassar.

Jendral lapangan aksi, Kusnadi mengatakan, aksi demonstrasi dari serikat pekerja dan serikat buruh se-Sulsel ini tergabung dalam Aliansi Tolak Upah Murah atau ATOM. Aksi ini pun disebut akan melibatkan konfederasi dan federasi serikat pekerja se-Sulsel.

"Aksi besar-besaran ini akan melibatkan kurang lebih 1.500 massa aksi dari sejumlah organisasi buruh untuk menyikapi penyesuaian UMP Sulsel tahun 2024 mendatang," ujar Kusnadi, Minggu (19/11/2023).

Kusnadi juga menyampaikan, aksi ini dalam rangka penolakan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor: 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang ditetapkan pada tanggal 10 November 2023.

Di mana, dalam PP tersebut dikatakan memuat penyesuaian atau kenaikan upah minimum tahunan bagi pekerja atau buruh dengan formulasi yakni UM(t+1)=UM(t) + Nilai Penyesuaian UM(t+1). Atau nilai penyesuaian: UM(t+1)={Inflasi + (PE x α)} x UM(t) dengan ketentuan α adalah angka paling tinggi 0,30.

"Dari formulasi tersebut sangat membatasi kenaikan upah minimum yang persentasenya sangat rendah yaitu di bawah 10%. Bahkan upah minimum Provinsi Sulsel saat ini, dari perhitungan formulasi tersebut hanya menghasilkan kenaikan UM sebesar 1,25% yang kenaikannya hanya sebesar Rp 49.000. Angka tersebut masih sangat tidak relevan dengan masih jauh kondisi kebutuhan masyarakat saat ini," sebutnya.

Lebih jauh, Kusnadi menjelaskan, kenaikan tersebut sangat tidak relevan dengan kondisi yang ada dan masih sangat murah upah buruh di Sulsel apabila kenaikan upah minimum sesuai dengan formulasi pemerintah.

Apalagi dari hasil survey serikat pekerja atau serikat buruh di Provinsi Sulsel terhadap kebutuhan masyarakat yaitu, kebutuhan pangan 69,9% dengan besaran Rp 2.362.733, kebutuhan sandang 37,5% dengan besaran RP 1.268. 881, dan transportasi 4,1% dengan besaran Rp 137.500.

"Termasuk rekreasi 2,3% dengan besaran Rp 77.500, dengan total besaran kebutuhan setiap buruh RP 4.579.153," terangnya.

Berdasarkan hasil survey tersebut, Kusnadi yang juga diketahui sebagai Ketua DPD SPN dan yang juga salah satu anggota Dewan Pengupahan Provinsi Sulsel mengatakan, seharusnya kenaikan upah yang layak bagi buruh di Sulsel agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya adalah RP 4.579.158.

Sebagaimana dalam ketentuan Pasal 191 A huruf a UU Nomor: 6 Tahun 2023 tentang Pengesahan Peraturan Pengganti Undang-undang Nomor: 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang mengatur bahwa untuk pertama kali upah minimum yang berlaku, yaitu upah minimum yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan pelaksana UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai Pengupahan.

Untuk itu seharusnya, kata dia, formula yang digunakan adalah formula PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, bukan PP Nomor 51 Tahun 2023.

"Penetapan upah minimum Tahun 2024 yang menggunakan formulasi PP 51 Tahun 2023 jelas bertentangan dengan Pasal 191 A huruf a UU Nomor 6 Tahun 2023. Oleh karena itu Anggota Dewan Pengupahan Provinsi Sulsel dari unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh mengajukan rekomendasi kenaikan upah minimum sesuai formulasi PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang menggunakan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi nasional yang besaran kenaikannya 7,14% atau Rp. 3.622.559," ungkapnya.

Senada dengan itu, Kordinator Aksi PWK KSN MATAJENE, William Marthom menyatakan upah minimum adalah upah bagi pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun. Maka untuk pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja di atas satu tahun, perlu ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Sulsel.

"Upah sundulan yang nilainya lebih besar dari upah minimum yang ditetapkan sebagaimana SK upah minimum pada tahun 2016, yang menetapkan adanya upah sundulan," sebut William.

Begitu juga dengan Presiden Persatuan Massa Buruh Indonesia (PMBI), Andi Abdillah mengatakan, untuk memastikan pelaksanaan upah yang nilainya lebih besar dari upah minimum bagi pekerja atau buruh yang memiliki masa kerjanya lebih dari 1 tahun, perlu ditetapkan upah sundulan sebagaimana SK upah minimum pada tahun 2016 dengan besaran, masa kerja dari 1 Tahun sampai 5 Tahun 5% dan masa kerja dari 5 Tahun sampai 10 Tahun 10%. "Sedangkan masa kerja dari 10 Tahun keatas 15%," terangnya.

Adapun dalam aksi dua hari tersebut Aliansi Tolak Upah Murah menyatakan beberapa tuntutannya, diantaranya tolak upah murah, tolak PP 51 Tahun 2023, tetapkan UMP Sulsel Tahun 2024 sesuai usulan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yaitu kenaikan UMP Tahun 2024 sesuai pasal 191 A UU No. 6 Tahun 2023 tentang pengesahan Perpu No. 2 tahun 2022 tentang cipta kerja menggunakan rumusan PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. UM 2024 = PE + Inflasi x UM 2023 dengan kenaikan sebesar 7,14 % atau Rp 3.662.559.

Dan bagi pengusaha yang tidak melaksanakan struktur dan skala upah atau tidak memiliki struktur dan skala upah, pekerja yang memiliki masa kerja di atas 1 (satu) tahun menggunakan pedoman struktur dan skala upah sebagai berikut, masa kerja 1 sampai 5 tahun 5%, masa kerja 5 sampai 10 tahun 10%, dan masa kerja 10 tahun keatas 15%. (Isak/B)

  • Bagikan

Exit mobile version