MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Partai Bulan Bintang (PBB) Provinsi Sulawesi selatan kurang percaya diri pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 mendatang baik itu untuk tingkat DPR RI maupun DPRD Provinsi.
Partai yang kini dinahkodai Yusril Ihza Mahendra pernah eksis pada Pemilu 2004. Namun Pemilu 2009 hingga 2019, PBB tak pernah lolos ambang batas. Sementara untuk tingkat Provinsi PBB hanya mampu mendudukan kadernya 1 orang pada Pemilu 1999 dan 2004. Pemilu 2009 mengalami peningkatan menjadi 2 kursi, Pemilu 2014 kembali 1 kursi dan Pemilu 2019, PBB harus kehilangan kursi.
Pemilu 2024 ini pun PBB hanya memiliki 15 Calon Legislatif (Caleg) untuk DPR RI, padahal dari 3 Daerah Pemilihan (Dapil) Sulsel setiap Parpol memiliki 24 kuota. Di Dapil Sulsel I hanya 6 nama dari 8 kuota, dapil II hanya 2 nama dari 9 kuota, dan dapil III hanya 5 nama dari 7 kuota.
Ketua Bappilu DPW PBB Sulsel, Andi Amang mengatakan target untuk DPRD Sulsel awalnya 10 kursi, namun saat ini dia hanya menargetkan empat kursi saja.
"Awalnya kami sangat optimis (10 kursi). Tetapi setelah menimbang kembali, kami harus realistis juga. Makanya kami turunkan target menjadi 4 kursi," katanya.
Begitu juga untuk kabupaten/kota. Targetnya diturunkan, seiring dengan perhitungan kekuatan mereka. Awalnya, target kursi di DPRD kabupaten/kota sebanyak 35, tetapi diturunkan menjadi 27 kursi saja.
"Kabupaten/kota turun juga, ini sementara saya hitung. Dari 35 ke 27. Memang beberapa dapil kami belum lengkap. Sulsel hanya dapil 9 dan dapil 11 yang hampir memenuhi, selebihnya hanya di atas 50 persen," singkatnya.
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Andi Luhur Prianto mengatakan, PBB adalah partai yang banyak memberi harapan pada awal reformasi. Ketua Umum mereka, Yusril Ihza Mahendra (YIM), merupakan salah satu bintang di gelanggang reformasi 98.
Pada awalnya, PBB dianggap sebagai pewaris Partai Masyumi dan pelanjut pikiran-pikiran Mohammad Natsir. Partai ini diproyeksikan menjadi kanal besar aspirasi Islam politik dan begitu memikat di masa Orde Lama.
Seiring perjalanan waktu, dari pemilu ke Pemilu, PBB gagal mengatur perubahan dan kesinambungan secara internal. Banyak dilanda masalah internal, sehingga kaderisasi pemimpin tidak berjalan.
"YIM yang sudah sempat meninggalkan posisi ketua umum, harus kembali ke jabatan itu demi eksistensi partai," kata Luhur.
PBB kata dia, termasuk kategori partai elektoral, yakni partai yang kemunculannya hanya di momentum-momentum Pemilu. Tidak hadir di every-day politics warga negara. Di Sulsel, pasca kepemimpinan Zoubair Bakri di awal reformasi, tidak ada lagi tokoh yang mampu mengkonsolidasi organisasi. Bahkan kursi parlemen di tingkat lokal, semakin tergerus dan hilang tak bersisa, seperti DPRD Sulsel dan DPRD Makassar.
Semua itu hanya dampak dari tidak bekerjanya konsolidasi organisasi. Tokoh-tokoh lama semakin menghilang dan tokoh-tokoh baru tak kunjung muncul. Akibatnya, rekrutmen Caleg pun tidak optimal.
"Di masa pra-pemilu bertindak oposisi, sementara di masa Pemilu menjadi bagian dari status quo kekuasaan," singkatnya. (Fahrullah/B)