Oleh:
Muzakkir Djabir Cinnong
Peneliti Bunga Rampai Institut, Diaspora Indonesia di Amerika Serikat
Ekspektasi pencinta bola di Sulawesi Selatan kembali membuncah, memijarkan kenangan dan romantika kepada sang legenda Ramang, seorang pemain besar yang pernah mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia.
Pun juga pada Klub sepak bola tertua di Indonesia, PSM Makassar yang berdiri tanggal 2 November 1915, yang awal pembentukannya bernama Makassarsche Voetbal Bond (MVB), jauh sebelum proklamasi kemerdekaan. Klub yang seperti terusir dari rumahnya sendiri, berpindah homebase sejak Stadion Mattoangin di ratakan dan menjadi kubangan air.
Rencana hanya tersisa menjadi perencanaan di atas kertas, Pemprov Sulsel di awal kepemimpinan Nurdin Abdullah - Andi Sudirman sudah mencanangkan pembangunan stadion baru di area lama stadion Mattoangin, makanya bangunan lama dirubuhkan, nasib tragis menimpa Nurdin Abdullah, dirinya menjadi pesakitan KPK, posisinya digantikan oleh Wakilnya Andi Sudirman yang ditetapkan sebagai Gubernur. Tetapi, hingga akhir periodenya, stadion baru tak kunjung mewujud.
PSM dan pencintanya ibarat tak di rekeng, sederhananya tidak prioritaskan. Indikatornya, tak ada jejak yang membuktikan bahwa Pemprov serius membangun kembali stadion ‘keramat’ Mattoangin. Padahal sepak bola merupakan olahraga paling populer dan merakyat, posisinya strategis dalam mempromosikan suatu daerah/negara, dapat membangun kohesifitas sosial antar warga/komunitas, mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan tentunya juga menumbuhkan bibit-bibit muda olahragawan, khususnya pesepak bola. Untuk itu semua, dibutuhkan sarana yang representatif, diantaranya yang utama adalah stadion atau lapangan sepak bola.
Anies Baswedan pada pertemuan dengan kelompok perwakilan suporter PSM Makassar (18/11/2023), nampaknya memahami betul kerisauan para pencinta bola di kota Daeng. Kerinduan akan berdirinya stadion kebanggaan, tempat berlatih dan bertanding para pemain serta ruang bagi penggila bola mengekspresikan kegembiraan, kesedihan dan cintanya pada klub. Pada pertemuan malam itu, Anies Baswedan menjanjikan akan membangun Mattoangin Internasional Stadium, jika kelak terpilih di pilpres mendatang. Menariknya, ucapan itu tidak sekedar penyampaian oral, tetapi disiapkan secara bersungguh-sungguh, dibuktikan dengan maket, desain dan perencanaannya yang sesuai standar FIFA. Stadion modern, megah, ramah lingkungan dan assessable.
Anies kelihatan sangat fasih menjelaskan grand desain stadion ini, mengadaptasi kearifan lokal dan spirit phinisi, potret masyarakat pelaut dan pekerja keras yang pantang menyerah. Stadion ini direncanakan memiliki daya tampung sekira 41.800 penonton, dan layak untuk pertandingan sekelas piala dunia. Peruntukkannya juga memungkinkan event selain sepak bola, bisa kegiatan kemasyarakatan dan seni. Dilengkapi pula pembangunan sarana transportasi publik, berupa trem yang terhubung dengan LRT di Bandara, Pelabuhan dan Stasiun Kereta, sehingga mobilitas menuju dan dari stadion terkoneksi. Keberadaan stadion ini, dipastikan akan memberikan dampak ekonomi, dan turut mengakselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Janji membangun stadion modern nan megah, bukan hal baru bagi seorang Anies Baswedan. Pembuktiannya dapat di saksikan dengan menyaksikan langsung Jakarta Internasional Stadium (JIS), stadion berkapasitas 82.000 penonton, terbesar di Indonesia dan satu-satunya stadion yang memiliki atap sistem buka tutup, sehingga bisa digunakan saat musim hujan.
JIS yang sepenuhnya karya anak bangsa di tayangkan oleh National Geographic sebagai salah satu Mega Structures di dunia. Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) menganugerahi tiga kategori rekor kepada stadion JIS; (1). Lifting Struktur Atap Stadion dengan Bobot Terberat, (2). Stadion Pertama yang menggunakan Sistem Atap Buka-Tutup dan (3). Stadion Green Building dengan Sertifikasi Platinum Pertama, stadion pertama di Indonesia yang dibangun dengan konsep keberlanjutan (sustainability). JIS juga menfasilitasi tempat duduk khusus bagi penyandang disabilitas, fasilitas yang familiar kita lihat di stadion negara maju.
Perspektif lain yang perlu di baca dalam konteks janji Matoangin Internasional Stadium, adalah strategi komunikasi politik yang di desain Tim Anies - Muhaimin, terlihat cerdas dan strategis, berdasar riset, sehingga dapat membaca potret calon pemilih berdasarkan kebutuhan atau harapan yang berbasis lokalitas. Disamping itu, memiliki daya kejut, menampilkan kebaruan. Tak terpikir banyak pihak, bahwa janji pembangunan Stadion Mattoangin Internasional Stadium bisa seserius dan selengkap yang di tampilkan di depan perwakilan Suporter PSM, dengan maket, desain hingga perencanaannya. Pembaca, yakin dengan janji yang di sampaikan Anies Baswedan akan di realisasikan? Mari berkunjung ke Jakarta Internasional Stadium (JIS)!. (*)