KLAIM kemenangan dari Capres telah didengungkan. Dan hampir semua Capres menargetkan Pilpres hanya satu putaran. Bahkan gerak jalan santai yang dilakukan di Kota Makassar oleh pasangan Capres-Wacapres dihadiri oleh ribuan massa yang nyaris sama meriahnya, sehingga tidak bisa dijadikan tolak ukur untuk menentukan siapa penguasa di Sulawesi Selatan terkhusus di Kota Makassar.
Sebab banyak faktor yang menentukan sebuah event politik yang dibingkai dengan kegiatan olahraga atau pertunjukan seni dengan peserta yang membludak. Ada beberapa kategori yang menyebabkan manusia tumpah ruah, pertama, pemilih fanatik yang memang datang sebab ngefans atau suka sama tokoh idola (baca Capres atau Cawapres), kedua orang yang datang sebab memang senang berkumpul apalagi jika event tersebut ada hadiah atau dorprize yang disediakan panitia penyelenggara ditambah ada makanan atau nasibungkus yang disediakan bagi peserta. Ketiga ada panitia khusus atau EO yang memang ditugasi memobilisasi massa untuk datang dalam event tersebut. Dan biasanya ormas atau kelompok simpul massa tertentu banyak yang menginstruksikan anggotanya untuk hadir.
Tidak mengherankan kemudian jika jasa pengerahan massa bermunculan pada saat menjelang Pemilu dan Pilpres. Terkadang orang yang sama atau kelompok tertentu adalah massa yang juga mendatangi beberapa Capres-Cawapres yang menyelenggarakan kegiatan di kota yang sama. Demikian pula pada masa kampanye, hanya dengan berganti kostum dan atribut seseorang bisa meraup uang transportasi dari beberapa Parpol yang berkampanye.
Barometer lain untuk menetukan keterpilihan pasangan Capres-Cawapres adalah hasil rilis dari Lembaga survey. Namun elektabilitas dari Lembaga survey hanya gambaran atau trend elektoral dari pasangan Capres, namun bukan penentu atau jaminan seorang yang memiliki elektabilitas tertinggi otomatis akan jadi presiden. Namun hasil survey dari Lembaga yang kredible tentu saja merupakan salah satu barometer untuk melihat proyeksi presiden 2024 mendatang. Dalam hal ini pertaruhan Lembaga survey dibuktikan. Sebab ada dua barometer untuk menetukan gagal atau tepatnya sebuah Lembaga survey dalam memprediksi pemenang, dalam hal ini soal akurasi dan presisi dari hasil survey yang telah dipublish. Sebab masyarakat akan mudah untuk melihat keakuratan sebuah survey, yang pada akhirnya akan menentukan hidup matinya sebuah Lembaga survey.
Demikian pula dalam tahapan kampanye, ada sesi debat antar pasangan Capres. Entah sejauh mana pengaruh keterpilihan pasangan capres setelah acara debat dilaksanakan. Tentu saja banyak variable sebagaimana yang telah diuraikan dalam hal keterpilihan seorang calon Presiden dan Wakil Presiden. Pengalaman selama ini baik dalam Pilpres dan Pilkada, ada kandidat yang dalam debat biasa saja, namun hasil hitungan oleh KPU justeru yang bersangkutan yang dinyatakan sebagai pemenang.
Semoga masa kampanye yang saat ini sudah dimulai, bisa dimaksimalkan oleh semua pasangan Capres dalam melontarkan gagasannya dalam memimpin Indonesia lima tahun kedepan. (**)