Kalaulah para petinggi negeri menginginkan pemilu yang damai, maka buat apa para pendukung harus saling serang. Kalaulah pemilu ini bisa kita laksanakan dengan riang gembira, untuk apa rayak, yang juga menjadi penentu (hak suara) harus saling sindir, saling ejek, saling singgung di media sosial dan didunia nyata?
Kalaulah para capres-cawapres bisa komitmen untuk melaksanakan pemilu yang demokratis dan riang gembira, untuk apa kita harus saling mencerai hati dan pikiran hingga silaturrahmi terputus?
Bukankah berbeda itu adalah sebuah Rahmat yang harus terus ditumbuhkan? Komitmen terhadap pemilu demokratis dan riang gembira itu bukan hanya diperuntukkan dalam kontestasi capres-cawapres.
Akan tetapi para calon legislatif, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah harus juga menciptakan suasana itu. Tentunya peran KPU dan Bawaslu juga menjadi kunci penting dalam menciptakan Pemilu yang demokratis dan riang gembira.
Karena sesungguhnya, apa yang akan kita gelar pada tanggal 14 February 2024 menjadi sebuah pesta demokrasi yang berasaskan langsung umum bebas dan rahasia. Para pemilih terbebas dari intervensi dari pihak manapun, karena dia memilih secara langsung dalam sebuah bilik dengan penuh kerahasiaan.
Pemilu yang dilaksanakan pada 14 February 2024 ini akan menjadi sebuah pesta demokrasi yang penuh kasih sayang. Karena pada hari ini juga, merupakan Hari Kasih Sayang. Bisakah kita wujudkan. Semoga. (***)