Sementara itu, Operator KI Johan Komala Siswoyo menjelaskan pemanfaatan KIK yang didasari oleh Peraturan Pemerintah (PP) No 56/2022 tentang KIK, terdapat bebrapa unsur utama dari suatu KIK mencakup: bersifat komunal, memiliki nilai ekonomi, menjunjung tinggi nilai moral, sosial, dan budaya bangsa.
“Dalam PP tersebut, terdapat 5 (lima) inventarisasi KIK yaitu ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, indikasi asal, dan potensi indikasi geografis,” jelas Johan.
Lebih lanjut Johan paparkan bahwa hal-hal terbaru dari perlindungan KIK di dalam PP tersebut, selain wajib bersifat komunal, sebuah KIK harus memiliki nilai ekonomis. Disamping itu, terdapat aturan baru terkait Indikasi Asal yang merujuk pada produk yang tidak terkait secara langsung dengan faktor alam yang dilindungi sebagai tanda asal suatu produk dan dipakai dalam perdagangan.
“Indikasi Asal memiliki manfaat terhadap produk barang dan jasa yang diperdagangkan karena orang lain atau konsumen akan mengetahui daerah dari produk itu berasal,” jelas Johan.
Terpisah, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Liberti Sitinjak mengapresiasi atas peran Subbidang Pelayanan KI yang telah memberikan fasilitasi KIK kepada Pelaku Kebudayaan di Kota Makassar. Liberti ungkapkan bahwa perlindungan, pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan KIK harus sesuai dengan nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum di dalam PP No 56/2022 yang menegaskan bahwa hak atas KIK dipegang oleh negara, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Negara melalui Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, dan/atau Pemerintah Daerah wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara KIK,” ungkap Liberti. (*)