MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Warga Jalan Rappocini Raya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) mengeluhkan developer perumahan di wilayahnya membangun aula hingga menghalangi akses jalan. Kondisi itu pun dilaporkan ke DPRD Makassar.
"Bukan penutupan, tapi pembangunan aula. Menurut dia aula. Tapi ada juga yang bilang ini balai pertemuan. Yang jelas apapun namanya Itu pembangunan," kata seorang warga, Muh Ahyar saat ditemui di lokasi, Kamis (7/12/2023).
Lokasi pembangunan aula itu tepatnya berada di RT 1 RW 7, Jalan Rappocini Raya, Makassar. Ahyar mengatakan warga keberatan karena lokasi pembangunan aula itu berada di atas akses jalan.
"Keberatannya warga karena pembangunan, bukan penutupan. Pembangunan yang dilakukan oleh Pihak developer di atas jalan akses RT/RW Kelurahan Rappocini ini," ucapnya.
Ahyar menuturkan warga sudah mencoba berkomunikasi dengan pihak developer terkait pembangunan tersebut. Namun pihak developer mengaku berhak karena memiliki sertifikat di atas lahan yang sementara dibangun.
"Warga di sini sudah membangun komunikasi dengan pihak developer. Dan salah satu alasannya pihak developer, kenapa dia membangun di sini, karena katanya sudah bersertifikat," terangnya.
"Jadi dia beli lahan, dia beli tanah. Jadi dia tidak beli jalan. Yang pertanyaannya adalah yang mana duluan? Saudara developer ini ada di sini atau jalannya? Nah itu," imbuhnya.
Ahyar juga mengaku warga belum pernah diperlihatkan sertifikat lahan yang diklaim pihak developer. Maka dari itu, kata dia, warga masih mempertanyakan terkait bukti kepemilikan lahan yang dibanguni tersebut.
"Kalau kita tanyakan warga sebenarnya, yang kalau secara langsung belum pernah diperlihatkan (sertifikat lahannya). Jadi belum ada warga yang secara langsung diperlihatkan," lanjutnya.
Atas dasar itu, warga pun melaporkan pembangunan tersebut ke DPRD Makassar hingga dilakukan rapat dengar pendapat (RPD). Namun Ahyar merasa saat RDP warga tidak diberi kesempatan untuk banyak berbicara menyampaikan aspirasinya.
"Kalau pun kemarin itu ada rapat dengar pendapat itu di DPR, sebenarnya yang menyurat atau yang meminta itu adalah warga. Namun di RDP itu tidak dilibatkan atau tidak diberikan bicara," katanya.
"Justru yang banyak berbicara yang diberi kesempatan adalah pihak terkait dari sebelah. Termasuk dari pemerintah dalam hal ini lurah, camat, dan beberapa kepala dinas. Itu yang diberi kesempatan untuk berbicara,"tambahnya.
Terpisah, Anggota Komisi A DPRD Makassar Anwar Faruq mengatakan pembangunan ini terjadi mengatasnamakan segelintiran tokoh masyarakat. Bahkan masyarakat yang mewakili persetujuan dibangun aula, bukanlah masyarakat yang terdampak.
"Sementara masyarakat yang terdampak itu tidak ada yang setuju aula dibangun di atas jalan. Setuju ada aula, tapi jangan di atas jalan," ucapnya.
Anwar merasa ada keanehan dalam persetujuan yang keluar dari pembangunan aula tersebut. Sebab pembangunan aula itu disebut atas permintaan warga sendiri.
"Saya mendapatkan adalah memang ada bukti persetujuan dari warga. Tapi warga ini yang bertanda tangan di antaranya adalah RT, RW setempat, serta Babinsa dan Kamtibmas yang setuju. Dan beberapa orang, beberapa orang masyarakat yang menyatakan setuju bahwa aula itu dibangun. Bahkan masyarakat itu yang meminta, bukan dari pengembang, masyarakat yang meminta," tuturnya.
"Ini yang aneh karena masyarakat yang dimaksud, ini yang aneh karena masyarakat yang dimaksud itu adalah masyarakat yang bekerja di perumahan," lanjutnya. (*)