MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Partai Gelora Provinsi Sulawesi Selatan percaya diri mampu meraih kursi untuk daerah pemilihan (dapil) Sulsel III untuk DPR RI. Partai sudah hadir sejak 2019 ini langsung tancap gas dan menjadi peserta Pemilu 2024.
Khusus di Sulsel III, sejumlah kader mereka petarung dan bukan pertama kali mengikuti kontestasi politik, bahkan pernah menjadi wakil rakyat sebelum mendirikan partai Gelora, seperti Jafar Sodding yang merupakan mantan anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.
Bahkan diantara mereka ada juga pernah menjadi Wakil Bupati Kabupaten Luwu periode 2014-2019 Amru Saher.
“Alhamdulillah semua calon anggota legislatif (caleg) Gelora di Dapil Sulsel III semuanya petarung. Kami optimis Insyaallah bisa meraih satu kursi,” kata sekretaris Gelora Sulsel, Mudzakkir Ali Jamil saat dikonfirmasi Harian Rakyat Sulsel, Rabu (6/13/2023)
Apalagi, kata dia, tujuh caleg mereka memiliki basis tersendiri sehingga tidak akan saling mengganggu, seperti Jafar Sodding (Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Sidrap), Amru Saher ( Kabupaten Luwu dan Kabupaten Toraja), Wardah Jafar (Kabupaten Pinrang), Irwan (Kabupaten Palopo dan Kabupaten Lutra), Ryan Latief (Kabupaten Luwu Timur) dan Andi Ulung (Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Toraja).
“Mereka semua ini menggarap basis mereka, tanpa mengganggu sama lain dan saya lihat semua pergeraknya sudah masif,” jelas Muda, sapaan akrab Mudzakkir Ali Jamil.
Pakar Politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Sukri Tamma menilai, Gelora memang partai baru, tetapi orang-orang di dalamnya merupakan figur politisi lama yang sudah paham dengan seluk beluk perpolitikan nasional.
”Gelora kan bukan partai yang baru-baru amat, apalagi dia digawangi orang-orang lama, terutama dari PKS. Dalam konteks figurnya, jelas bukan orang baru semua, hanya brand-nya saja yang berubah,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, tidak berlebihan jika Gelora memasang target tinggi pada Pemilu kali ini. Sebab, mereka mengandalkan basis yang sudah ada, khususnya basis bawaan dari pecah kongsinya dengan PKS.
”Kalau mereka pasang target tinggi, itu karena mereka sudah punya basis dan tinggal memaksimalkan saja. Karena mereka tidak bertarung dari nol lagi. Keyakinan itu jelas didasari para aktornya,” imbuhnya.
Terlebih lagi, kata Sukri, proses Pemilu di Indonesia lebih sering diwarnai dengan melihat siapa figur yang bertarung, bukan partai apa yang mengusung. Itu sebabnya, pada konteks Gelora ini cukup diyakini bahwa figurnya punya magnet tersendiri.
”Memang dalam Pemilu tidak hanya dilihat partainya, namun lebih pada aktornya. Dengan begitu, ini bukan masalah partai baru, tapi orang lama. Tidak heran kalau mereka bersaing dengan target tinggi, dan itu menjadi harapan,” bebernya.