Oleh: M. Saleh Mude
RAKYATSULSEL - Kemarin, Indonesia kehilangan salah satu guru besar dan politisi tersantunnya, Prof. Dr. Hamka Haq al-Badri.
Profesor Hamka, begitu biasa disapa adalah salah satu guru besar jebolan UIN Alauddin Makassar yang dikenal langkah karena ia bisa mengoleksi, membaca, memahami, menulis, berbicara dengan baik isi buku-buku atau kitab-kitab modern (berbahasa Inggris) dan kitab kuning (berbahasa Arab klasik).
Saya mengenal Pak Hamka di tahun 1990-an ketika beliau baru pulang dari studi doktoral di Jakarta, Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama kuliah di Jakarta, Pak Hamka diajar langsung oleh sarjana kaliber internasional, seperti Alm. Profesor Harun Nasution dan Dr. Nurcholish Madjid. Dalam disertasinya, Pak Hamka mengkaji pemikiran As-Syatibi.
Saya dapat mengenal lebih dekat Pak Hamka karena satu fakultas di Ushuluddin UIN Makassar. Kisah itu dimulai ketika kami mengadakan Seminar, dan beliau menjadi salah satu pembicara. Seusai Seminar, saya bertugas mengantar honor ke rumahnya, di kawasan Minasa Upe, Sungguminasa, Sulawesi Selatan.
Setelah saya hijrah ke Jakarta, suatu hari, saya pulang ke Makassar, beliau menjabat sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin, saya diterima di ruangannya yang sederhana dan saya menyerahkan fotokopi buku-buku Islamic Studies yang telah dipesannya.
Beberapa tahun kemudian, saya ketemu di acara Tarawih Keliling KKSS, beliau sebagai narasumber, membawakan materi kuliah Islam, saya menghampiri dan berjabat tangan. Dari sini hubungan kami terus tersambung hingga hari wafatnya. Saya sering berkomunikasi beliau sebelum sakit, saya di Hartford, Connecticut, dan beliau di Jakarta sebagai politisi elit PDI-Perjuangan.
Kesan saya selama beliau menjadi politisi, Profesor Hamka tetap mewarnai Partainya dengan nilai-nilai keislaman dan intelektualisme, dia sering menjadi juru baca doa, rajin menulis, dan mendirikan Lembaga Baitul Muslimin bersama Alm. Taufik Kemas dkk, yang menaungi berbagai program keislaman di Partainya.
Kesan lain saya, Profesor Hamka adalah politisi yang teduh, dapat menghubungkan nilai-nilai keislaman yang teduh, rahmatan lil alamin, dengan nilai-nilai keindonesiaan, terutama dari pemikiran pendiri NKRI, seperti Bung Karno, melalui berbagai buku-bukunya.
Menjadi salah satu Wakil Ketua Umum di bawah Ibu Megawati dan Anggota DPR RI, tidak menjadikan Profesor Hamka menjaga jarak dengan umat dan murid-muridnya. Beliau tetap mudah dihubungi untuk menjadi narasumber atau membantu mahasiswa dan orang-orang yang membutuhkan uluran tangannya.
Selamat Jalan Guruku, Profesor Hamka Hak al-Badri, Ulama dan Politisi yang rendah hati dan sederhana. (*)
Hartford, 7 Desember 2023